Rangkap Jabatan Jadi Pimpinan MPR dan Ketua DPD, Berapa Gaji OSO Tiap Bulannya?
Pemborosan yang ia maksud adalah OSO sudah mendapat gaji, tunjangan dan fasilitas sebagai Wakil Ketua MPR, mulai dari uang hingga rumah dinas.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Oesman Sapta Oedang atau yang dipanggil OSO, hingga hari ini masih merupakan Ketua DPD RI yang dilantik oleh Wakil Ketua Mahkamah Agung (MMA), Suwardi.
OSO juga merupakan Wakil Ketua MPR sekaligus Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Hanura.
Peneliti Pusat Studi Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas, Beni Kurnia Illahi, menilai jabatan ganda OSO di Senanyan sebagai Ketua DPD RI dan Wakil Ketua MPR, merupakan sebuah potensi korupsi, karena negara harus mengeluarkan anggaran yang berbeda untuk orang yang sama.
"OSO kan mendapatkan dua (jabatan), yang memungkinkan itu menjadi pemborosan," ujar Beni dalam konfrensi pers di kantor Indonesia Coruption Watch (ICW), Jakarta Selatan, Minggu (21/5/2017).
Baca: ICW Kritik Langkah OSO Tahan Dana Reses Karena Tidak Didukung Anggotanya
Pemborosan yang ia maksud adalah OSO sudah mendapat gaji, tunjangan dan fasilitas sebagai Wakil Ketua MPR, mulai dari uang hingga rumah dinas.
Setelah terpilih menjadi Ketua DPD, ia juga mendapat hal yang tidak jauh berbeda.
Yang diterima seorang anggota DPD setiap bulannya adalah mencapai Rp 67 juta dan setahunnya anggota DPD bisa menerima 785 juta atau lebih dari Rp 1,4 miliar untuk dua tahun masa jabatan.
Baca: Hemas Tuding Ada Permainan OSO Menahan Dana Reses DPD
Hal itu bisa jadi merupakan pemborosan.
OSO dilantik pada 4 April, dengan dilantik oleh Wakil Ketua Mahkamah Agung (MA) Suwardi.
Pelantikan tersebut dikritik oleh banyak pihak, karena OSO dilantik setelah peraturan yang dikeluarkan oleh DPD mengenai masa jabatan pimpinan DPD selama 2,5 tahun, dibatalkan oleh MA.
Masalahnya, pemilihan ketua DPD di mana OSO akhirnya keluar sebagai pemenang, digelar berdasarkan aturan soal masa jabatan 2,5 tahun.
Sejumlah anggota DPD, termasuk GKR Hemas, menolak pemilihan tersebut.
Kubu yang menolak, mengajukan gugatan hukum.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Andalas, dalam kesempatan yang sama menambahkan bahwa kesekjenan DPD RI, yang dipimpin oleh RI, Sudarsono Hardjosoekarto, sedikit banyaknya juga ikut bertanggungjawab terhadap anggaran ganda tersebut.
"Sebelum ada putusan yang sah secara hukum, keduanya tidak boleh menikmati anggaran," ujarnya.