Korupsi Pembelian Helikopter AW, Panglima TNI Sebut Ada Unsur Insubordinasi
Bagaimana tidak, Gatot mengatakan sudah menerbitkan surat untuk membatalkan pembelian tersebut 14 September 2016.
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Selain unsur korupsi, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo menegaskan pembelian pembelian helikopter AW 101 adalah perbuatan insurbordinasi atau bawahan yang melawan perintah atasan.
Bagaimana tidak, Gatot mengatakan sudah menerbitkan surat untuk membatalkan pembelian tersebut 14 September 2016.
Namun, barang tersebut ternyata tetap didatangkan pada Januari 2017.
"Pelanggaran yang dilakukan tidak patuh, melanggar perintah karena Presiden sendiri sudah melarang. Bahkan ada surat langsung Seskab ke TNI lalu. Tapi tetap dilakukan, sehingga tidak bisa dipertangungjawabkan," kata Gatot Nurmantyo saat memberikan keterangan pers di KPK, Jakarta, Jumat (26/5/2017).
Baca: Rugikan Negara Rp 220 M, Panglima TNI Umumkan 3 Tersangka Pembelian Helikopter AgustaWestland
Menurut Gatot, Presiden dalam rapat terbatas sebelumnya sebenarnya telah menyampaikan pembelian AgustaWestland agar ditunda karena kondisi ekonomi belum memungkinkan.
Hal tersebut terungkap dalam risalah oleh Seskab no 288/seskab.dkk122015 tgl 3 Desember 2015.
Presiden menyampaikan agar pembelian heli AW 101 dilakukan dengan kerangka kerja sama governtment to government (Pemerintah ke Pemerintah).
Kemudian Seskab membuat surat ke KSAU No B230/Seskabpolhukam/4/2014 12 April 2016 perihal prediksi realisasi pengadaan alutsisia 2015-2016.
Salah satunya pokoknya adalah rencana pengadaan realisasi alutsista TNI AU produk luar negeri.
Selanjutnya TNI Angkatan Udara melakukan perjanjian kontak KJP/3000/1192/DA/RM/2016/AU tanggal 29 juli 2016 dengan PT Diratama Jaya Mandiri tentang pengadaan heli angkut AW-101.
"Kemudian surat Panglima TNI kepada TNI AU No B4091/ix/2016 tanggal tentang pembatalan pembelian heli AW 101," kata Gatot.
Walaupun sudah mengeluarkan surat pembatalan tersebut, Gatot mengaku tidak tahu sebab helikopter tersebut tetap didatangkan pada Januari 2017.
Pada kasus tersebut, Pusat Polisi Militer TNI telah menetapkan tiga tersangka dari unsur militer.
Ketiga tersangka tersebut adalah Marsekal Pertama FA sebagai pejabat pembuat komitmen, Letnan Kolonel WW sebagai pejabat pemegang kas dan Pembantu Letnan Dua SS sebagai staf pejabat pemegang kas.
Selain itu, penyidik Puspom telah meminta otoritas terkait untuk memblokir rekening PT Diratama Jaya Mandiri senilai Rp 139 Miliar.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.