Komarudin Watubun: Rakyat Butuh Ketauladanan dari Para Elit Politik
kalimat ‘Pancasila adalah benar-benar satu dasar yang dinamis’ menjadi sebuah kekuatan dahsyat
Editor: Toni Bramantoro
TRIBUNNEWS.COM, JAYAPURA - “Sudah terbukti bahwa Pancasila yang saya gali dan saya persembahkan kepada rakyat Indonesia, bahwa Pancasila itu adalah benar-benar satu dasar yang dinamis, satu dasar yang benar-benar dapat meghimpun segenap tenaga rakyat Indonesia, satu dasar yang benar-benar dapat memper-satukan rakyat Indonesia itu untuk bukan saja mencetuskan revolusi, tetapi juga menegakkan revolusi ini dengan hasil yang baik.”
*Presiden RI Ir. Soekarno
Kutipan diatas disampaikan kembali oleh Komarudin Watubun, SH, MH Anggota DPR RI dapil Papua saat menjadi Inspektur Upacara pada acara Memperingati Hari Lahir Pancasila 1 Juni di Jayapura, Papua, Kamis (1/6/2017). Hadir pada acara tersebut berbagai elemen, termasuk Bupati Puncak, Williem Wandik.
Menurut Bung Komar, panggilan akrab Komarudin Watubun, kalimat ‘Pancasila adalah benar-benar satu dasar yang dinamis’ menjadi sebuah kekuatan dahsyat yang membuktikan bahwa dasar negara yang diciptakan oleh pendiri bangsa ini terbukti tidak lekang oleh waktu, tidak tergerus oleh zaman.
“Ketika paham liberal yang ‘mengabaikan keadilan’ dan paham komunisme yang ‘mengabaikan ketuhanan’ ditentang, Pancasila telah dirancang oleh pendiri bangsa ini mengadopsi nilai Ketuhanan, Kemanusian, Keadilan, Kemasyaraktan dan persatuan,” ungkap Bung Komar yang pernah salah satu pimpinan DPR Papua selama 10 tahun.
Kalimat Ketuhanan Yang Maha Esa dalam sila pertama Pancasila diakui bung Komar menjadi jawaban atas perbedaan keyakinan yang dianut oleh penduduk Indonesia.
Sementara Kemanusiaan yang adil dan beradab, adalah hasil penghayatan para pendiri bangsa ini, bahwa setelah kita ber-Tuhan, kita juga harus beradab. Dan Persatuan Indonesia, menujukkan bahwa Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau dan etnis, memerlukan persatuan. Tanpa persatuan tidak mungkin negara ini bisa membangun.
Dijelaskan Bung Komar, karena adanya keberagaman dan perbedaan itu, para pendiri bangsa ini merumuskan bahwa sistemnya harus berasaskan musyawarah dan mufakat.
“Untuk itu, kelompok mayoritas dan minoritas harus bisa menempatkan dirinya secara proporsional. Dengan demikian akan tercapai sebuah keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Bung Komar mengakui bahwa melihat Pancasila harus menjadi satu kesatuan, keterkaitan antara sila satu dengan sila yang lain sangat erat.
"Sayangnya, Pancasila oleh banyak pihak, khususnya sebagian elit politik dan birokrat di Republik ini baik pusat maupun di daerah tidak dipahami, tidak dijiwai dan tidak diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan secara de facto menodai dan mengkhianati Pancasila,” tandas Pria 49 tahun yang juga Ketua Bidang Kehormatan DPP PDI Perjuangan.
Secara tegas, Komar mengatakan, sebagian para elit yang notabene menjadi pimpinan di sejumlah institusi negara dan daerah justru memberikan contoh penghkianatan terhadap Pancasila dengan tidak malu melakukan korupsi, penindasan, penodaan terhadap demokrasi, dan lainnya yang kemudian menjadi contoh bagi masyarakat.
“Ketika sebagian elit politik dan birokrat di negeri ini dengan berbagai bentuknya mempertontonkan pengkhianatan kepada Pancasila, sebagian pihak dengan mudah menyalahkan demokrasi Pancasila karena dianggap bukan sistem yang ideal. Kondisi inilah yang secara terus menerus, mengkristal sehingga muncul dorongan untuk mengganti dan merobah Pancasila, atau bahkan ingin melakukan upaya berpisah dari NKRI melalui aksi separatisme. Pancasila dianggap tidak dapat mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur," urainya.
Berkaitan dengan pelaksanaan Hari Lahir Pancasila 1 Juni yang ditandai dengan kewajiban upacara, Bung Komar berpesan janganlah hanya akan menjadi seremoni belaka.
Begitupun dengan lahirnya Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP), maupun sejumlah aksi lainnya sejak jaman Orde baru, janganlah hanya menjadi pemanis dan pemboros anggaran, jika kemudian elit bangsa ini secara terus.
“Rakyat tidak perlu diberikan ceramah tentang nilai Pancasila. Rakyat butuh ketauladanan dari para elit tentang nilai Ketuhanan, Kemanusian, Persatuan, Demokrasi dan Keadilan. Rakyat secara mengakar budaya telah mengamalkan nilai Pancasila dalam kehidupan sehari hari," papar Komar yang juga menjadi Kepala Satgas Cakra Buana PDI Perjuangan.
Bung Komar memberikan contoh sederhana yang terjadi di Papua dengan budaya bakar batu. Disana, semua berkumpul, memberi bahan makanan, dimasak bersama, dihidangkan, dan makan bersama.
Dari aksi ini ada nilai kegotongroyongan, persamaan, keadilan, kemanusiaan, dan lain-lain. Contoh lain, adalah proses pembuatan Papeda, atau budaya Korano di Biak. Dan tentunya, di berbagai daerah lain, ada banyak contoh baik dari leluhur dalam aksi nyata yang sebenarnya terkandung dalam nilai Pancasila.
"Seiring dengan berjalannya waktu, lambat laun, para Elit berhasil merobah budaya baik ini dengan tanpa malu mempertontonkan kekejian, kesombongan, kebohongan, kesemena-menaan, kekerasan, kecurangan, pencurian, aib, ketidakadilan, dan lainnya yang kemudian ditiru oleh masyarakat. “Sebenarnya inilah bentuk revolusi yang harus dilakukan,” katanya.