Polisi dan Komnas HAM Diminta Investigasi Siapa Aktor di Balik Maraknya Persekusi
Maraknya Persekusi yang terjadi di Indonesia seiring dengan meningkatnya suhu politik membuat Koalisi Anti-Persekusi meminta negara untuk turun tangan
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Maraknya Persekusi yang terjadi di Indonesia seiring dengan meningkatnya suhu politik membuat Koalisi Anti-Persekusi meminta negara untuk turun tangan.
Asfinawati dari YLBHI yang juga bagian dari Koalisi Anti-Persekusi meminta negara dalam hal ini Komnas HAM dan Polri melakukan investigasi serius atas Persekusi yang terjadi belakangan ini dan mengungkap fakta siapa sebenarnya aktor di balik Persekusi.
"Polri kami minta menegakkan hukum karena Indonesia adalah negara hukum sesuai dengan Pasal 1 angka 3 UUD 1945 dan amandemennya. Dalam rangka ini negara harus aktif menghentikan tindakan sewenang-wenang individu atau kelompok yang menetapkan seseorang telah bersalah dan melakukan tindakan atas tuduhan sepihak tersebut," terang Asfinawati, Kamis (1/6/2017) di YLBHI, Jl Diponegoro, Jakarta Pusat.
Selain itu, Asfinawati juga meminta Polri menegakkan hukum secara berkeadilan dengan tidak mengaktifkan pasal karet seperti pasal penodaan agama terlebih berdasarkan tuduhan sepihak dan sebaliknya menegakkan hukum atas ancaman kekerasan dan siar kebencian.
Baca: Persekusi Makin Masif dan Sistematis di Indonesia, Contoh yang Dialami Dokter Fiera Lovita di Solok
Termasuk Asfinawati juga meminta masyarakat luas menahan diri untuk tidak melakukan siar kebencian sebab ini bisa menjadi awal dari genosida, pembasmian suatu kelompok tertentu serta pecahnya bangsa.
"Dalam Persekusi ini ada sekelompok orang yang jadi penuntut. Mereka menjadikan orang melakukan penghinaan. Bahkan di beberapa tempat ada yang dipukul, dibawa berputar selama beberapa jam. Ini sudah merampas kemerdekaan orang, sangat berbahaya dan kalau dibiarkan negara akan lumpuh oleh sekelompok orang," ungkapnya.
Terakhir, Asfinawati meminta negara melakukan investigasi serius mencari siapa aktor perancang mesin Persikusi.
Asfinawati juga meyakini Persikusi dilakukan secara sistematis dan terencana.
"Temuan awal kami, kalau didalami kami yakin sekali ada pola mengerikan. Seruan kami ini jangan dianggap sepele tapi harus didalami," katanya.
Apa itu Persekusi?
Damar Juniarti dari SAFEnet yang juga mewakili Koalisi Anti-Persekusi menjelaskan pengertian Persekusi yang memang istilah itu masih belum familiar.
"Istilah Persekusi ini masih awam. Persekusi itu bukan main hakim sendiri tapi tindakan memburu orang atau golongan tertentu yang dilakukan secara sewenang-wenang secara sistematis atau luas," ucap Damar, YLBHI, Jl Diponegoro, Jakarta Pusat, Kamis (1/6/2017).
Damar memaparkan ada empat tahapan dalam melakukan Persekusi. Pertama penentuan target dengan cara mengajak orang, mendata target yang diburu dan memviralkan target.
Tahap kedua, membuat ajakan berburu dengan memobilisasi dan mengumumkan siapa target yang diburu. Tahap ketiga mobilisasi di lapangan, memaksa target meminta maaf lalu diviralkan.
Target keempat yakni melakukan pemidanaan target untuk dibawa ke polisi dan minta dilakukan penahanan.
"Jadi Persekusi ini ada tahapan yang sistematis. Mereka buat ajakan mengumpulkan target, umumkan di media sosial, cari orangnya lalu posting," bebernya.
Damar melanjutkan berdasarkan data yang dimilikinya, terjadi 52 orang yang dipersekusi dan dilabel sebagai penista agama atau ulama. Bahkan kini jumlah persekusi bertambah menjadi 59 orang.
Selain pola mentrackdown target yang dianggap mengina ulama atau agama lalu membuka identitas target, hingga instruksi memburu ternyata ditemukan pula pola data korban yang akunnya dipalsukan.
"Jadi sesungguhnya akun yang dianggap mengina ulama atau agama bukanlah akun yang dibuat oleh orang yang bersangkutan. Beberapa dari mereka ada yang akunnya dipalsukan. Persekusi ini terindikasi sistematis, diketahui dari cepatnya proses dalam menjangkau luasnya wilayah, misalnya dalam satu hari bisa terjadi pola yang serupa di enam wilayah Indonesia padahal berjauhan," bebernya.
Masih menurut Damar, Persekusi jelas mengancam demokrasi karena sekelompok orang mengambil alih negara untuk menetapkan seorang bersalah dan melakukan penghukuman tanpa proses hukum.
"Kami monitor data terawal Persekusi itu 27 Januari 2017, dan terakhir 31 Mei 2017. Saat ini sudah ada 59 orang jadi target. Statistik Persekusi setiap bulannya selalu naik. Ini betul-betul harus diwaspadai kalau tidak dihentikan bisa lebih luas lagi," tambahnya.
Contoh peristiwa Persekusi yang terjadi baru-baru ini yakni yang dialami oleh dr Fiera Lovita, korban intimidasi ormas FPI dan kelompok lainnya di Solok, Sumatera Barat karena menggunggah pernyataan bernada miring terhadap pimpinan FPI, Rizieq Shihab di akun facebooknya, kini sudah berada di Jakarta.
Setelah sempat bungkam dan tidak memberikan pernyataan ke awak media soal peristiwa Persekusi yang dialaminya, akhirnya di dampingi Koalisi Anti-persekusi, dr Fiera Lovita muncul di YLBHI, Jl Diponegoro, Jakarta Pusat, Kamis (1/6/2017).
Persekusi juga dialami oleh Indrie Sorayya, perempuan pengusaha berusia 31 tahun di Tangerang, Banten yang juga didatangi puluhan anggota FPI pada 21 Mei yang memprotes tulisannya di facebook yang dinilai melecehkan Rizieq Shihab.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.