Bupati Purwakarta Mengaku Pernah Jadi Korban Persekusi
Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi pun pernah jadi korban persekusi. Ia sempat kerap diburu setiap berkunjung ke daerah tertentu.
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, PURWAKARTA - Persekusi tidak hanya melibatkan korban warga biasa oleh aksi tidak terpuji kelompok massa. Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi pun, pernah bernasib sama. Ia sempat kerap diburu setiap berkunjung ke daerah tertentu.
Jika persekusi yang terjadi belakangan ini karena berlatar belakang aktivitas media sosial, namun persekusi yang dialami orang nomor satu di Purwakarta itu berlatar belakang pemikiran yang ia tulis di bukunya, Kang Dedi Menyapa Jilid II dan Spirit Budaya Kang Dedi.
Baca: Dari Kampung Halaman, Fahri Hamzah Serukan Pimpinan PKS Harus Diganti
Belum lagi, saat itu, bertepatan juga dengan kasus Habib Rizieq Shihab yang dilaporkan ke Polda Jabar atas tuduhan plesetan sampurasun menjadi campuracun. Hubungan Bupati Purwakarta dua periode dengan ormas keagamaan ini memburuk.
Karena dua buku itu dan perselisihannya dengan pentolan ormas keagamaan, Dedi pernah dilaporkan ke Polda Jabar dengan tuduhan penodaan agama. Namun belakangan, Polda Jabar lewat Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) nomor B/278/IV/2016 Ditreskrimum menghentikan penyelidikan atas kasus penodaan agama bersumber dari dua buku itu karena dinilai tidak memenuhi unsur tindak pidana.
Dalam kunjungannya ke sebuah acara di Taman Ismail Marzuki (TIM), Cikini Jakarta Pusat, 15 Desember 2015, sekelompok ormas sweeping agar tidak hadir di Gedung TIM, untuk menerima penghargaan. Pada kesempatan itu, Dedi disembunyikan panitia dan polisi.
Lalu pada 13 Januari, menerima undangan seminar kepemimpinan dari Pusat Studi Jepang di Kampus Universitas Indonesia (UI) Depok, sekelompok ormas keagamaan juga menghadang untuk mencoba mengusirnya. Polisi yang berjaga mengamankan pria yang kini jadi Ketua DPD Golkar tersebut.
Sweeping dan pengusiran Dedi juga terjadi di Kabupaten Garut pada 19 Desember 2015. Kemudian berlanjut keesokan harinya di Kabupaten Ciamis, tepatnya pada 20 Desember. Bahkan, pada Juli 2016, saat ia berencana ke Kabupaten Ciamis, ia diancam dibunuh oleh tokoh organisasi keagamaan.
Meski sempat mengalami kejadian tidak mengenakan karena gagasan dan pemikiran yang dibukukan, Dedi beruntung belum pernah mengalami serangan fisik seperti yang dialami seorang bocah di Jakarta belum lama ini.
"Tapi sempat waktu dari Kabupaten Garut setelah pulang dari acara tablig akbar, ada yang ngejar banyakan pakai motor. Lalu mereka melempar mobil bapak sampai kaca pecah, paling itu saja. Kalau sampai mengeroyok bapak mah belum pernah," ujar Dudi, seorang sopir pribadi Dedi kepada Tribun belum lama ini.
Namun, saat ini, Dedi akhirnya bisa lepas dari perburuan persekusi sekelompok ormas. Kini, Dedi kerap menggandeng tokoh Nahdlatul Ulama (NU) dalam menjalankan sejumlah kebijakannya, seperti kebijakan pembelajaran kitab kuning untuk pelajar.
"Alhamdulillah bapak tidak ada yang memburu lagi kalau kebetulan ada undangan dari luar daerah. Mudah-mudahan kasus persekusi ini tidak terjadi lagi pada siapapun," ujar Hendra Fadly, Kepala Bidang Informas Publik pada Diskominfo Purwakarta melalui ponselnya, Minggu (4/6) malam.
Menurutnya, Dedi kini sudah tidak berurusan lagi dengan tuduhan penistaan agama. "Karena dari Polda Jabar sudah ada SP2HP penghentian penyelidikannya, disitu tertulis tidak ada tindak pidana," kata Hendra. (men)