Adhie M Massardi Sayangkan Sikap Para Profesor Nyatakan Dukungan ke KPK Hadapi Hak Angket
Adhie menyebut, sejatinya KPK itu tidak memerlukan pembelaan lantaran undang-undang sudah membuat lembaga anti-rasuah itu superbody.
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Koordinator Gerakan Indoneisia Bersih (GIB) Adhie M Massardi mendorong para profesor dan akademisi untuk lebih menyoroti Pansus UU Pemilu ketimbang polemik Pansus Hak Angket KPK.
Ujaran Adhie itu terkait munculnya pemufakatan 153 profesor se-Indonesia untuk mendeklarasikan dukungannya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menghadapi Hak Angket KPK oleh DPR RI, di kampus UGM, Yogyakarta, Senin (19/6/2017) kemarin.
Pria yang pernah menjabat sebagai juru bicara di era Presiden Abdurrahman Wahid itu menilai, moral intelektual dan sikap kenegarawanan tingkat tinggi dari para profesor tersebut harusnya lebih tajam mengawasi Pansus UU Pemilu, yang sedang merancang sistem Pilpres "zero presidential threshold" tapi mendapat hambatan.
Para profesor itu, katanya, seharusnya masuk ke ranah ini, dan menggunakan kekuatan moral intelektualnya untuk mencegah sistem Pilpres lama yang menggunakan presidential threshold 20-25 persen.
"Sebab presidential threshold model lama ini dalam praktiknya justru merupakan 'ibu dari segala jenis korupsi', karena melahirkan oligarki Parpol yang merusak sistem demokrasi di negeri ini," ujar inisiator Gerakan Masyarakat Sipil untuk Pemilu Bersih itu, dalam keterangannya, Rabu (21/6/2017).
Adapun soal hak angket KPK, Adhie menilai hal itu merupakan satu di antara instrumen DPR dalam menjalankan fungsi kontrolnya terhadap semua institusi pengguna APBN yang diamanatkan konstitusi.
Karena itu Adhie menyayangkan sikap para profesor tersebut dalam menyatakan dukungan mereka terhadap KPK menghadapi hak angket.
"Jadi seharusnya para profesor itu justru mendorong KPK untuk mematuhi konstitusi dan berani menghadapi DPR di panggung Hak Angket. Kalau khawatir Pansus hak angket melemahkan KPK, mereka bisa bergabung bersama untuk mengawalnya dari dua sisi, KPK dan Pansus. Sehingga tujuan Hak Angket untuk mengaudit kinerja KPK tercapai," imbuhnya.
Adhie menyebut, sejatinya KPK itu tidak memerlukan pembelaan lantaran undang-undang sudah membuat lembaga anti-rasuah itu superbody.
Adhie menambahkan, proses ini akan membuat KPK menjadi lebih dewasa secara politik.
"Kita tahu, di KPK sendiri memang banyak masalah yang perlu diluruskan agar kembali ke khittah sebagai lokomotif politik pemberantasan korupsi di negeri ini," kata tokoh pergerakan anti-korupsi yang puisinya (Negeri Para Bedebah) menjadi ikon perlawanan terhadap kriminalisasi komisioner KPK dalam episode "Cicak vs Buaya I" pada 2009 tersebut. (*)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.