Kisruh Penerimaan Taruna Akpol, Kapolri Didesak Copot Kapolda Jabar
Pencopotan tersebut perlu dilakukan agar tim investigasi Mabes Polri bisa bekerja maksimal dan tidak diintervensi.
Penulis: Abdul Qodir
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia Police Watch (IPW) mendesak pimpinan Polri mencopot Kapolda Jawa Barat Irjen Anton Charliyan menyusul kisruh dan dugaan pelanggaran kebijakan prioritas putra daerah atau local boy dalam kelulusan seleksi penerimaan Taruna Akpol 2017.
Demikian disampaikan Ketua Presidium IPW, Neta S Pane, melalui keterangan tertulis, Selasa (4/7/2017).
Neta mengatakan, pencopotan Anton Charliyan dari jabatan adalah satu dari empat langkah yang perlu dilakukan pimpinan Mabes Polri guna menyelesaikan kisruh penerimaan Taruna Akpol di Polda Jabar.
"IPW menilai Mabes Polri perlu melakukan empat langkah untuk menuntaskan kasus ini. Pertama, segera copot Kapolda Jabar," ujar Neta.
Pencopotan tersebut perlu dilakukan agar tim investigasi Mabes Polri bisa bekerja maksimal dan tidak diintervensi.
Langkah kedua yang perlu dilakukan Mabes Polri adalah segera mengumumkan hasil investigasi kisruh dan dugaan Kapolda dalam penerimaan Taruna Akpol di Polda Jabar. "Mabes Polri tidak perlu takut dengan intervensi berbagai pihak karena publik akan mendukung penuh langkah Mabes Polri," ujarnya.
Ketiga, harus segera diumumkan para calon Taruna Akpol yang lulus seleksi versi Mabes Polri. "Kemudian mengumumkan secara transparan hasil investigasinya, terutama tentang siapa saja dan anak siapa saja ke 12 putra daerah yang lolos itu, agar diketahui kolerasi yang sesungguhnya," terangnya.
Dan keempat, Mabes Polri harus menindak tegas semua aparatur Polda Jabar yang telibat dalam kekisruhan penerimaan Taruna Akpol karena telah memalukan korps Bhayangkara.
Menurut Neta, boleh saja Anton Charliyan membantah telah mengeluarkan Surat Keputusan Nomor Kep/702/VI/2017 tentang kebijakan soal 51 persen putra daerah dalam penerimaan anggota Polri di Polda Jabar.
Tapi, Mabes Polri sudah menyatakan surat keputusan itu memang ada dan sudah tersebar di masyarakat. Dan diduga surat keputusan itu yang membuat para orang tua calon taruna Akpol resah dan melayangkan protes. Surat keputusan itulah yang diduga menjadi biang kerok hingga kasus ini mencuat dan mempermalukan institusi Polri.
"Aneh juga jika Kapolda Jabar membantah soal surat keputusan kontroversial itu. Apalagi kebijakan Kapolda Jabar itu tertuang dalam surat keputusan Kapolda Jabar Nomor Kep/702/VI/2017 tertanggal 23 Juni 2017," kata Neta.
Dalam keputusan Kapolda tersebut, lanjut Neta, diatur pedoman penerapan persentase kelulusan tingkat panitia daerah (panda) bagi putra-putri daerah dalam proses seleksi penerimaan anggota Polri secara terpadu (Akpol, Bintara, Tamtama) TA 2017 Panda Polda Jabar. Dalam keputusan Kapolda Jabar itu, hasil kelulusan sementara sebanyak 35 pria dan 4 wanita dengan kuota 13 putra daerah dan 22 orang non-putra daerah. Namun, setelah melewati tahap seleksi, hanya 12 putra daerah dan 11 orang non-putra daerah yang lulus.
"Jika kapolda membantah, lalu siapa yang mengeluarkan surat keputusan itu. Apakah ada kapolda bayangan. Apakah ada yang memalsukan surat keputusan kapolda itu," tutur Neta.
"Jika surat itu bisa beredar luas dan menjadi pijakan panitia daerah penerimaan Akpol tentunya hal ini akibat tidak becusnya sistem kontrol yan dilakukan Kapolda Jabar dalam Akpol. Lalu kenapa di daerah lain tidak terjadi kekacauan seperti di Jabar," sambungnya.
Menurutnya, selama ini sistem penerimaan Taruna Akpol sudah ditata dengan baik oleh Mabes Polri. Di berbagai daerah, terutama di Polda Jabar, pun tidak pernah ada masalah. Patut dipertanyakan kenapa di era Kapolda Anton Charlian timbul masalah yang memalukan Polri dengan mengeluarkan kebijakan prioritas bagi putra daerah dalam penerimaan anggota Polri.
Padahal surat keputusan itu sangat rasialis, intolerasi, diskriminatif, dan anti kebhinekaan. Sebab, Polri menganut sistem kepolisian NKRI, di mana semua suku bisa masuk menjadi anggota Polri jika sesuai dengan tingkat prestasi yang ditentukan. Selain itu semua anggota Polri, terutama lulusan Akpol, harus siap ditempatkan di seluruh wilayah Indonesia, bahkan di luar negeri.
IPW mengharapkan kasus penerimaan anggota Polri yang terjadi di Polda Jabar ini tidak terulang di masa mendatang karena sarat nilai rasialis, diskriminatif, intoleransi dan anti-kebhinekaan.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.