Berkaca Teror di Masjid Faletehan, Pemerintah Didesak Tutup Akun Provokatif
"Ternyata si pelaku bukanlah jaringan teroris ISIS, tapi tindakan Mulyadi dilakukan karena terkoptasi dengan postingan kelompok pro ISIS di sosial med
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi I DPR Tubagus Hasanuddin meminta pemerintah menertibkan akun-akun di sosial media yang kerap melakukan provokasi dan menyebarkan ujian kebencian.
Hal itu mencermati aksi penikaman dua polisi di Masjid Falatehan yang dilakukan Mulyadi.
"Ternyata si pelaku bukanlah jaringan teroris ISIS, tapi tindakan Mulyadi dilakukan karena terkoptasi dengan postingan kelompok pro ISIS di sosial media," kata Hasanuddin di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (5/7/2017).
Selain itu, Politikus PDI Perjuangan itu menyimpulkan strategi yang dilakukan teroris di Indonesia saat ini sudah berubah.
Dari terstruktur atau teroganisir menjadi non organisir atau gerakan inisiatif perorangan di wilayah masing-masing sesuai dengan kemampuannya.
"Targetnya tetap membuat kerugian terhadap aparat keamanan yang dianggap thogut," kata Hasanuddin.
Hasanuddin menganalisa aksi teroris yang terjadi dalam waktu berdekatan di beberapa tempat.
Misalnya, bom panci di Terminal Kampung Melayu, Jakarta Timur pada 24 Mei 2017.
Penyerangan Mapolda Sumut pada 25 Juni 2017 yang menewaskan satu anggota polisi.
Sehari berselang, tepatnya pada 26 Juni 2017, teror dengan secarik kertas diterima Satuan Lantas Polres Serang, Banten.
Kemudian, penusukan dua anggota polisi di Masjid Falatehan, Kebayoran Baru pada 30 Juni 2017.
"Maka dapat dicermati bahwa gerakan teroris itu dilakukan atas inisiatif masing-masing individu," kata Hasanuddin.
Hasanuddin menduga gerakan ini sudah tersebar dibanyak titik yang sewaktu-waktu dapat muncul atau bergabung bersama.
Hal Ini, kata Hasanuddin adalah bentuk kegagalan deradikalisasi di dalam negeri, maupun upaya memfilter dan mengawasi mereka yang baru kembali dalam pertempuran di Irak dan Suriah.
"Pola gerak teroris dalam melakukan perlawanan sekarang ini memang seadanya, bisa dengan sangkur, pisau dan panah. Tapi, tujuannya untuk merebut senjata aparat keamanan," katanya.
Hal itu terlihat dari modus teroris yang terungkap saat penyerangan di Mapolda Sumut dan Masjid Falatehan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
"Setelah senjata aparat keamanan berhasil direbut mereka, pelaku teror itu akan melakukan gerilya kota, menembak hit and run," ujarnya.
Tidak mustahil, lanjut Hasanuddin, setelah beberapa pucuk senjata direbut, mereka melakukan penyerbuan terbatas terhadap pos keamanan tertentu.
Untuk itu, Hasanuddin meminta pemerintah harus benar-benar mampu mengorganisir kekuatan yang dimiliki guna menghadapi teroris.
"Sebab, teroris saat ini tidak bisa lagi dihadapi dengan hanya mengerahkan dua sampai tiga elemen saja, tapi harus mengorganisir seluruh komponen bangsa, termasuk pemimpin non formal," kata Hasanuddin.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.