Sekolah Lima Hari Disalahartikan Jadi Full Day School, Ini Curhat Mendikbud Saat Sosialisasi
Muhadjir mengatakan "Full Day School" tidak bisa diterapkan di seluruh wilayah Indonesia karena akan membutuhkan biaya yang sangat besar.
Penulis: Rizal Bomantama
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rizal Bomantama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ( Mendikbud) Muhadjir Effendy melakukan sosialisasi kebijakan sekolah lima hari dalam seminggu di SMP Labschool, Rawamangun, Jakarta Timur, Kamis (6/7/2017).
Dalam kesempatan itu Muhadjir sempat menyatakan keluh kesahnya mengenai salah interpretasi program tersebut yang dianggap masyarakat luas sama dengan sistem "Full Day School".
"Awal jadi menteri saya langsung diserang isu "Full Day School" ini. Padahal dalam hati saya Kemendikbud memang tidak pernah punya niat untuk melaksanakan kebijakan tersebut," ujarnya.
Muhadjir mengatakan "Full Day School" tidak bisa diterapkan di seluruh wilayah Indonesia karena akan membutuhkan biaya yang sangat besar.
"Tidak mungkin menerapkan "Full Day School" di seluruh Indonesia, uangnya siapa. Saya kira siapapun menterinya tidak akan menerapkan kebijakan itu."
"Lalu ada isu penghapusan pesantren melalui sistem sekolah lima hari, itu penyesatan yang luar biasa," keluhnya.
Muhadjir Effendy menekankan bahwa sistem pendidikan sekolah lima hari sebagai upaya Presiden Joko Widodo untuk memperkuat pendidikan karakter di sekolah.
Pegangan mengenai tujuan kebijakan itu menurut mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Malang itu ada pada program Nawacita Jokowi-Jusuf Kalla.
"Sebagai pembantu presiden, panduan menteri adalah Nawacita. Presiden langsung perintahkan porsi pendidikan karakter di sekolah dasar dan menengah sebesar 70 persen."
"Itu sudah sangat ekstrim. Tetapi perubahan porsi itu tidak memerlukan penggantian kurikulum, tetap Kurikulum 2013," tegasnya.