Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
DOWNLOAD
Tribun

Penegakkan Hukum Maritim Masih Tumpang Tindih

Dibutuhkan pendekatan sistemik terhadap penegakan hukum kemaritiman karena Indonesia bukanlah negara hukum, bukan negara kekuasaaan

Editor: Eko Sutriyanto
zoom-in Penegakkan Hukum Maritim Masih Tumpang Tindih
KOMPAS/IWAN SETIYAWAN (SET)
Anjungan Lepas Pantai Pertamina - Anjungan Central Plant Pertamina Hulu Energy Offshore North West Java (PHE ONWJ) di lepas pantai Karawang-Indramayu di Laut Jawa, Selasa (22/7). Anjungan ini selain mampu memproduksi 40.300 barel minyak per hari (BOPD) juga memasok gas bumi sebesar 120 MMSCFD untuk pembangkit listrik milik PLN di Muara Karang dan Tanjung Priok. Produksi minyak anjungan ini telah melebihi target produksi rahun 2014 yang dipatok sebesar 39.400 BOPD. Kompas/Iwan Setiyawan (SET) 22-07-2014 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia  sebagai negara kepulauan dengan dua pertiga dari wilayah Indonesia adalah lautan, memiliki sumber daya ternasuk sumber daya energi  terkandung di dalamnya, belum dimanfaatkan secara maksimal, untuk kepentingan negara.

Data Satuan Kerja Khusus (SKK) Migas menyebutkan bahwa eksplorasi dan eksploitas minyak dan gas di kawasan laut (off shore) masih di berada di kisaran 40 persen.

Kecenderungan investasi Migas semakin ke arah off shore, dengan pergeseran dari wilayah barat Indonesia ke wilayah timur Indonesia.

Dengan kecenderungan investasi di sektor migas dari darat ke lautan, maka akan membutuhkan investasi yang semakin tinggi, penggunaan teknologi semakin canggih, serta kebutuhan kehandalaan sumber daya manusia.

Peningkatan teknologi bagi eksplorasi dan eksploitasi migas lepas pantai sekarang ini juga sudah mampu menjawab tantangan itu. Perpindahan lokasi dari daratan ke lepas pantai, juga akan semakin meningkatkan resiko investasi.

Namun dalam keyataanya eksplorasi di sektor migas ini telah mengalami penurunan dalam produksi minyak Indonesia menjadi hanya 800 barrel/hari dari kebutuhan yang mencapai 1.600 barrel/hari.

Hal ini disebabkan tumpang tindihnya regulasi, manajemen yang lemah dari pemerintah, birokrasi yang berlebihan, kerangka peraturan yang tidak jelas serta ketidakjelasan hukum mengenai kontrak.

Berita Rekomendasi

Hal ini menciptakan iklim investasi yang tidak menarik bagi para investor, terutama bila melibatkan investasi jangka panjang yang mahal.

Dalam disertasi Doktoral Universitas Krisnadwipayana  berjudul  “Implementasi Prinsip-Prinsip Hukum Maritim Di Terminal Khusus Migas Sebagai Pendukung Utama Bisnis Migas,”, Jakarta, DR. Captain, Win Pudji Pamularso, SH, MH.menemukan problematika seputar ketidakjelasan hukum terkait.

Misalnya, belum adanya pengaturan hukum maritim bagi eksplorasi dan ekploitasi Migas di luar laut territorial kita, baik di zona ekonomi ekslusif maupun di landas kontinen Indonesia.

"Padahal, kepastian hukum ini diperlukan bagi investasi bernilai tinggi dan berjangka panjang seperti di dalam kontrak migas," katanya.

Di sisi lain, keberadaan dan kebutuhan akan perangkat hukum yang jelas juga akan semakin memberi jaminan bagi pemanfaatan sumber daya energi migas itu untuk kepentingan nasional secara lebih besar.

Win Pudji sebagai praktisi pelayaran mantan nahkoda kapal tangker juga melihat di dalam prakteknya, penegakkan hukum maritime masih tumpang tindih.

Dibutuhkan pendekatan sistemik terhadap penegakan hukum kemaritiman karena Indonesia bukanlah negara hukum, bukan negara kekuasaaan sehingga perlu ada sinergi antara Bakamla, Polair TNI AL dan lembaga-lembaga penegak hukum kelautan lainnya.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Klik Di Sini!
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
×

Ads you may like.

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas