Pembangunan Infrastruktur Di Aceh Dinilai Dapat Menyelesaikan Masalah Masyarakat
Pembangungan yang dilakukan guna mendukung ketahanan pangan, konektivitas, permukiman, dan perumahan.
Editor: Content Writer
Tahun ini, Kementerian PUPR telah mengalokasikan anggaran sejumlah Rp1,98 triliun untuk pembangunan infrastruktur di Provinsi Nanggroe Aceh Darusalam.
Pembangungan yang dilakukan guna mendukung ketahanan pangan, konektivitas, permukiman, dan perumahan.
Pemenuhan kebutuhan air
Dalam mengembangkan sektor pertanian dan pemenuhan kebutuhan air di Aceh, Kementerian PUPR melalui Balai Wilayah Sungai Sumatera I, Direktorat Jenderal Sumber Daya Air sudah merampungkan dua bendungan yaitu Bendungan Paya Seunara di Kabupaten Sabang dan Bendungan Rajui di Kabupaten Pidie.
Bendungan ini mempunyai arti penting bagi masyarakat Sabang dan juga masyarakat Pulau Weh pada umumnya, karena bermanfaat bagi penyediaan air baku sebesar 125 liter/detik.
Pulau Weh selama ini termasuk rawan krisis air karena salah satu sumber air utama yakni Danau Anak Laut semakin hari semakin turun ketersediaan airnya.
Bendungan lainnya di Provinsi Aceh yang telah selesai pembangunannya yakni Bendungan Rajui yang terletak di Desa Masjid Tanjong.
Bendungan yang mulai dibangun pada awal tahun 2011 ini selesai pada tahun 2016, serta membutuhkan biaya sebesar Rp 110,65 milyar.
Dengan luas genangan 33,6 ha, bendungan ini diharapkan mampu menampung air sebanyak 2,67 juta meter kubik untuk mengairi areal persawahan seluas 4.790 ha, sehingga mendukung program swasembada pangan dan juga untuk meningkatkan penyediaan air baku.
Peningkatan konektivitas antar wilayah di Aceh
Sementara itu, untuk mendukung konektivitas di bidang pembangunan jalan, Kementerian PUPR saat ini tengah menyelesaikan Proyek Pembangunan Flyover Simpang Surabaya di Kota Banda Aceh.
Flyover ini memiliki panjang 881 meter dan dibangun untuk mengurai kemacetan lalu lintas yang keluar masuk kota Banda Aceh di jalur lintas timur Provinsi Aceh.
Di samping itu, fungsinya untuk memperlancar akses dari dan ke Pelabuhan Malahayati yang merupakan wilayah pengembangan strategis.
Infrastruktur lainnya yang saat ini sedang dibangun di Aceh adalah Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) dan Jaringan Air Limbah di Kota Banda Aceh.
Fasilitas IPAL tersebut diproyeksikan berkapasitas 3.000 meter kubik per hari. Dengan kapasitas tersebut, IPAL akan dapat melayani hingga 8.000 Sambungan Rumah (SR), namun saat ini pendanaan APBN baru dapat dialokasikan bagi 210 SR yang ditargetkan selesai pada Oktober 2017.
Fasilitas IPAL di Banda Aceh tersebut adalah yang pertama kali akan ada dimiliki oleh masyarakat Aceh untuk menangani masalah air limbah di wilayah Peuniti Kota Banda Aceh. (*)