Yusril: Atas Dasar Apa Todung Sebut KPK Tak Bisa Diangket?
Namun dalam angket terhadap skandal Bank Century, angket DPR langsung atau tidak langsung ditujukan kepada Bank Indonesia.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra mempertanyakan advokat senior, Todung Mulya Lubis, yang menyatakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak bisa dikenakan hak angket DPR.
Ia mengakui KPK merupakan bagian dari auxiliary agencies sebagai lembaga penunjang yang ditempatkan dalam posisi indepdenden.
Namun, keberadaan lembaga seperti itu, menurut Yusril, tidak terlepas dari rumpun di mana auxiliary agencies itu berada.
Ia menyatakan KPK melakukan tugasnya di bidang penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan perkara korupsi seperti Kejaksaan.
Karenanya, ia berada dalam ranah atau rumpun eksekutif.
"Keduanya dapat ditarik keberadaannya kepada Pasal 24 ayat 1 UUD 1945 sebagai badan-badan lain yang tugasnya terkait dengan kekuasaan kehakiman. Hanya bedanya secara struktural, kejaksaan berada di bawah Presiden sedangkan KPK tidak berada di bawah lembaga manapun," kata Yusril melalui keterangan tertulis, Kamis (13/7/2017).
Baca: Todung Nilai Pendapat Yusril Salah Jika Sebut KPK Bagian dari Eksekutif
Ia melanjutkan, dalam Pasal 23 UUD 1945 seperti Bank Indonesia, adalah lembaga yang independensinya ditegaskan oleh konstitusi.
Dewan Gubernur BI, sebagaimana komisioner KPK dipilih oleh DPR dan disahkan oleh Presiden.
Namun dalam angket terhadap skandal Bank Century, angket DPR langsung atau tidak langsung ditujukan kepada Bank Indonesia.
Yusril melanjutkan KPK selama ini menjadi mitra kerja Komisi III DPR.
KPK selalu hadir diundang dalam Rapat Kerja Komisi III untuk dilakukan pengawasan.
Keberadaan Rapat Kerja sebagai pengawasan hanya diatur dalam Peraturan Tatib DPR, namun KPK tetap patuh.
"Kalau BI sebagai lembaga negara independen yang bukan sekadar auxiliary agency seperti dikatakan Todung, bisa diangket DPR, maka atas dasar apa Todung mengatakan KPK tidak bisa diangket?" tutur Yusril.
"Mengapa ketika DPR ingin melakukan angket, yang merupakan instrumen pengawasan yang diatur dalam UUD 45, Todung menolaknya? Todung seperti kehilangan kejernihan berpikir karena keinginannya yang menggebu-gebu untuk menolak angket DPR terhadap KPK," lanjut dia.
Advokat sekaligus aktivis hak asasi manusia Todung Mulya Lubis menyebut pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra salah jika menganggap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan bagian dari eksekutif.
Yusril menganggap DPR berhak menggunakan hak angket terhadap KPK.
"Yusril Ihza Mahendra salah kalau anggap KPK bagian dari eksekutif. Saya kira pembahasan tradisional mengenai ilmu tata negara menghasilkan orang seperti Yusril Ihza Mahendra ini, yang melihat arsitektur ketatanegaraan kita hanya eksekutif, legislatif, dan yudikatif," kata Todung dalam sebuah diskusi tentang Hak Angket KPK di Jakarta, Rabu (12/7/2017).
Penulis: Rakhmat Nur Hakim
Berita ini tayang di Kompas.com dengan judul: Yusril: Atas Dasar Apa Todung Sebut KPK Tak Bisa Diangket?