Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Presidium Alumni 212 Bela Hary Tanoe Karena Dianggap Korban Kriminalisasi, Ini Respons Polri

Sejumlah orang mengatasnamakan alumni 212 menyambangi kantor Komnas HAM di Jalan Latuharhari, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat, (14/7/2017).

Penulis: Abdul Qodir
Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Presidium Alumni 212 Bela Hary Tanoe Karena Dianggap Korban Kriminalisasi, Ini Respons Polri
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
CEO MNC Group Hary Tanoesoedibjo menjawab pertanyaan wartawan usai diperiksa penyidik Jampidsus di Gedung Bundar Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis (6/7/2017). Hary Tanoesodibjo diperiksa sebagai saksi terkait kasus dugaan korupsi restitusi pajak PT Mobile 8 periode 2007-2009. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejumlah orang mengatasnamakan alumni 212 menyambangi kantor Komnas HAM di Jalan Latuharhari, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat, (14/7/2017).

Kedatangan mereka untuk mengambil hasil rekomendasi kriminalisasi ulama, sekaligus melaporkan dugaan kriminalisasi terhadap CEO MNC Group sekaligus Ketua Umum Perindo, Hary Tanoesoedibjo, karena dendam politik.

Polri sekalu lembaga penegak hukum yang menangani kasus Hary Tanoe membantah tuduhan tersebut.

Ditemui di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (14/7/2017) sore, Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Martinus Sitompul menyatakan kasus dugaan SMS ancaman kepada jaksa Yulianto yang menjerat Hary Tanoe sebagai terangka adalah bagian proses penegakan hukum dan tidak terkait politik.

Baca: Bela Hary Tanoe, Presidium Alumni 212 Gelar Aksi ke Komnas HAM

Ia menjelaskan, istilah kriminalisasi terjadi jika ada perbuatan yang belum diatur dalam undang-undang namun tetap dipaksakan sebagai perbuatan melawan hukum.

Namun, jika suatu perbuatan seseorang telah diatur dalam undang-undang dan diterapkan kepada pihak yang melanggar undang-undang tersebut, maka hal itu bukan kriminalisasi.

Berita Rekomendasi

Martinus menegaskan, kasus yang menjerat Hary Tanoe bukanlah kriminalisasi atau mengada-ada.

Sebab, dugaan perbuatan pidana yang disangkakan kepada Hary Tanoe diatur dalam Undang-undang (UU), dalam hal inu UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Selain itu, kasus tersebut diproses oleh Polri karena adanya laporan dari pihak korban, dalam hal ini jaksa Yulianto.

"Tapi kalau maksudnya adalah membuat orang mengada-ada memprosesnya itu, saya kira tidak, karena kan prosesnya itu ada laporan," ujar Martinus.

"Dan setiap laporan itu harus kita terima dan Kita pelajari kita dialami dalam bahasa hukum itu kami selidiki. Kalau memang itu merupakan sebuah perbuatan melawan hukum sebagaimana diatur dalam undang-undang dan tertera pasal dan ayat-ayatnya, maka kami tingkatkan menjadi sebuah proses penyidikan. Tapi kalau itu bukan merupakan sebuah tindak pidana, maka kami abaikan," sambungnya.

Martinus menjelaskan, dalam rangka penegakan hukum, pihaknya melakukan penyelidikan setelah adanya laporan dari jaksa Yulianto.

Dan pihaknya meningkatkan ke penyidikan setelah ditemukannya unsur pidana dari laporan tersebut.

Dan Polri menetapkan Hary Tanoe sebagai tersangka karena dari proses penyidikan ditemukan cukup alat bukti atas dugaan pidana pelanggaran pidana UU ITE yang dilakukan oleh Hary Tanoe.

Setelah itu, berkas perkaranya dilimpahkan ke kejaksaan.

"Jadi, ini criminal justice system, yang bergulir dari penyidikan, penuntutan sampai ke pengadilan," kata Martinus.

"Saya kira apa yang dilakukan di luar itu (pra peradilan), itu adalah bagian dari hak seseorang untuk menguji penetapan tersangka tersebut. Tapin bagi kami pihak kepolisian yakni penyidik, proses perkara ini kami teruskan," tukasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas