Polisi Kantongi Ormas-ormas Anti-Pancasila yang Layak Dibubarkan
Pihak kepolisian sudah mengantongi sejumlah Ormas yang akan dibubarkan menyusul keluarnya Perppu nomor 2 Tahun 2017.
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pihak kepolisian sudah mengantongi sejumlah organisasi kemasyarakatan (Ormas) yang akan dibubarkan menyusul keluarnya Peraturan Pengganti Undang-undang (Perppu) nomor 2 Tahun 2017.
Nantinya pembubaran terhadap ormas tersebut akan dilakukan oleh Kementerian Dalam Negeri serta Kementerian Hukum dan HAM.
"Ada beberapa ormas yang kita sudah ada datanya dan kita sampaikan ke Menko,"ujar Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian.
Tito mengatakan, sejumlah instansi terkait memang terus berkoordinasi untuk melakukan pendataan mengenai ormas-ormas anti-Pancasila dan layak dibubarkan. Koordinasi dilakukan di bawah Menkopolhukam.
"Ada dari BIN, dari kejaksaan, yang perlu kita kumpulkan bersama, dari TNI, dari yang lain," ucapnya.
"Saya pikir pembubaran ormas bertentangan dengan Pancasila, itu tindakan yang perlu kita lakukan. Pro dan kontra itu biasa, tapi kalau susah bicara Pancasila, NKRI, apapun, harus kita hadapi," tambah Tito.
Presiden Joko Widodo angkat bicara soal penolakan terhadap peraturan pemerintah pengganti undang-undang Nomor 2 tahun 2017 atas perubahan UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang organisasi kemasyarakatan.
Jokowi mempersilakan penolak Perppu untuk menempuh jalur hukum.
"Yang tidak setuju dengan Perppu ormas misalnya, silakan tempuh jalur hukum. Kita negara hukum. Kita beri ruang pada yang tidak setuju. Tempuh jalur hukum. Lewat jalur hukum," kata Jokowi.
Namun, Jokowi menegaskan bahwa negara tidak akan tinggal diam dengan ormas atau pun individu yang ingin mengganti Pancasila sebagai ideologi negara.
Ia memastikan bahwa negara harus berani mengendalikan dan mengontrol ormas.
"Negara tidak bisa dirongrong masa depannya, dirongrong kewibawaannya. Kita tidak ingin ada yang rongrong NKRI kita," ucapnya.
"Tidak boleh kita biarkan, mereka yang terang-terangan ingin mengganti Pancasila, ingin merongrong NKRI, meruntuhkan demokrasi negara ini," tambahnya.
GNPF Tidak Khawatir
Mencabut keabsahan suatu organisasi kemasyarakatan (ormas) tanpa proses pengadilan, menurut Wakil Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Majelis Ulama Indonesia (MUI), Zaitun Rasmin adalah sesuatu yang tidak bisa diterima.
"Tidak bisa, kita berharap (pembubaran tetap) melalui pengadilan, lebih objektif, jelas lebih objektif," ujarnya.
Di Undang-Undang (UU) Nomor 17 tahun 2013 tentang ormas, diatur proses pembubaran diawali dengan pelayangan surat peringatan sebanyak tidak kali.
Setelah sejumlah proses berikutnya, pemerintah bisa memulai pembubaran lewat pengadilan, dengan diawali permintaan fatwa dari Mahkamah Agung (MA).
Bermodal fatwa tersebut, pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), meminta Kejaksaan Agung RI, untuk mendaftarkan permohonan pencabutan keabsahan, ke pengadilan terkait.
Setelah pengadilan memutuskan, pemerintah baru bisa mencabut keabsahan suatu ormas.
Namun melalui Perppu nomor 2 tahun 2017 tentang UU ormas, pasal-pasal yang mengatur soal tata cara penghapusan keabsahan sebuah omas dihapuskan.
Mekanisme pencabutan izin disederhanakan sehingga tidak harus melalui jalur persidangan.
Kewenangan itu saat ini ada di Kemenkumham, dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Zaitun Rasmin percaya, Perppu yang antara lain dipicu oleh kebijakan pemerintah untuk membubarkan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), diterbitkan bukan hanya untuk umat muslim.
Perppu tersebut berlaku untuk semua pihak yang melanggar aturan.
"Saya lihat ini umum kan, bisa ormas Islam, bisa LSM," katanya.
Apakah GNPF sebagai pelopor aksi bela Islam, yang sudah berhasil mengundang puluhan hingga ratusan ribu muslim untuk mengecam Basuki Tjahaja Purnama, ikut terancam atas perppu itu, Zaitun Rasmin menyangkal.
"Tidak, aksi bela Islam itu besar, tidak bisa dihambat-hambat," terangnya.
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU), Said Aqil Siradj menyatakan mendukung sikap pemerintah terkait Perppu penertiban organisasi kemasyarakatan (ormas).
"Kami NU dan 14 ormas Islam lainnya sepakat mendukung sikap pemerintah terkait Perppu tersebut," ujar Said Aqil.
Kendati Perppu ini masih menjadi polemik dan adanya penolakan di masyarakat terkait penertiban ormas yang tidak sepaham dengan Pancasila dan NKRI karena belum ada hal yang sifatnya mendesak dan menjadi ancaman bagi demokrasi.
"Demokrasi itu dalam koridor Pancasila dan NKRI, engga boleh demokrasi maunya sendiri, sampai dasar negara pun diperdebatkan," kata Ketua Umum PBNU ini.
PKS Sebut Kemunduran
Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Sohibul Iman mengkritik pembubaran ormas tanpa melalui mekanisme pengadilan terlebih dahulu.
Terlebih saat ini melalui Perppu itu, pemerintah seperti memiliki kewenangan tunggal, untuk menfasirkan siapa yang
pro Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, dan siapa yang kontra.
"(Misalnya) ini partai menentang Pancasila, partai ini radikal, hanya subyektif pemerintah. Dalam kacamata demokrasi yang kita bangun ini, saya kira ini kemunduran," katanya.
Ia menyebut para anggota dewan sangat berhati-hati dalam mengatur mekanisme pembubaran partai dan ormas.
"Kami bikin (undang-undang) dengan penuh kehati-hatian," ujar Sohibul Iman.
Di UU ormas, mekanisme pembubaran sebuah ormas diawali dengan melayangkan surat peringatan sebanyak tiga kali.
Setelah sejumlah tahapan berikutnya, pemerintah kemudian bisa memulai gugatan hukum, dengan diawali permintaan fatwa dari Mahkamah Agung (MA).
Bermodal fatwa tersebut, pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), meminta Kejaksaan, mendaftarkan gugatan ke pengadilan terkait.
Pencabutan keabsahan ormas, dilakukan setelah ada putusan dari pengadilan. Namun melalui perppu, pasal-pasal yang mengatur hal itu dipangkas.
Kini pemerintah melalui kementerian terkait, yakni Kemenkumham dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), hanya berkewajiban mengirimkan satu kali peringatan. Setelahnya dua kementerian itu berwenang mencabut keabsahan suatu ormas, tanpa proses persidangan.(rek/zal/kps/wly)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.