Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

''Bagaimana Mungkin NU Dibubarkan? Ya Enggak Bisa''

Yusril berpendapat semua ormas berpotensi dibubarkan oleh pemerintah menggunakan perppu tersebut, termasuk Nahdlatul Ulama (NU).

Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in ''Bagaimana Mungkin NU Dibubarkan? Ya Enggak Bisa''
Net
Logo Nahdlatul Ulama. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Khatib Syuriah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) DKI Jakarta, Taufik Damas, mengomentari pernyataan kuasa hukum Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Yusril Ihza Mahendra terkait penerbitan Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 17 tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan ( Perppu Ormas).

Yusril berpendapat semua ormas berpotensi dibubarkan oleh pemerintah menggunakan perppu tersebut, termasuk Nahdlatul Ulama (NU).

"Kalau perppu itu untuk organisasi yang anti-Pancasila, kalau NU itu sangat mendukung Pancasila. Bagaimana mungkin NU dibubarkan? Ya enggak bisa," ujar Taufik saat ditemui dalam sebuah diskusi di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (20/7/2017).

Taufik menilai, pemerintah tidak bisa sewenang-wenang membubarkan ormas melalui Perppu No. 2 Tahun 2017. Menurut dia, pemerintah tidak akan mempertaruhkan posisi politiknya dengan bertindak otoriter.

"Jadi kalau kemudian orang membayangkan ada penyalahgunaan perppu sehingga melahirkan sikap kewenang-wenangan, saya melihat tidak sejauh itu," kata Taufik.

Sebelumnya, Yusril menilai beberapa pasal dalam Perppu Ormas berpotensi memberangus kebebasan berserikat.

Ditambah lagi dengan ketidakjelasan definisi ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila. Dengan begitu, semua ormas berpotensi dibubarkan oleh pemerintah.

Berita Rekomendasi

"Jadi saya ingatkan ke semua pimpinan ormas jangan senang dulu. Sekarang ada yang senang kan, antusias. Ini bisa berbalik ke semua. NU juga bisa bubar dengan ormas ini karena itu kita harus hati-hati dengan perkembangan ini," ujar Yusril usai mendampingi Jubir HTI mengajukan gugatan uji materi Perppu Ormas di gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Selasa (18/7/2017).

Dia mencontohkan pasal 59 ayat (4) sebagai salah satu pasal karet. Pada bagian penjelasan Pasal 59 Ayat (4) Huruf c menyebutkan, "ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila antara lain ajaran ateisme, komunisme/marxisme-leninisme, atau paham lain yang bertujuan mengganti/mengubah Pancasila dan Undang-Undang Dasar Tahun 1945."

Namun, lanjut Yusril, Perppu tersebut tidak menjelaskan secara detil mengenai penafsiran paham yang bertentangan dengan Pancasila. Di sisi lain, penafsiran sebuah paham tanpa melalui pengadilan akan memunculkan tafsir tunggal dari pemerintah.

"Pasal ini karet karena secara singkat mengatur paham seperti apa yang bertentangan dengan Pancasila. Dalam bagian penjelasan tidak mengatur norma apapun," kata dia.

"Dan penafsiran sebuah ajaran, kalau tidak melalui pengadilan, maka tafsir hanya berasal dari pemerintah. Tafsir anti-Pancasila bisa berbeda antara satu rezim dengan rezim yang lain. Pemerintah bisa semaunya menafsirkan," ucapnya.

Yusril juga menyoroti pasal 59 ayat (4) huruf a mengenai larangan ormas melakukan tindakan permusuhan terhadap suku, agama, ras atau golongan.

Dia menegaskan ketentuan dalam pasal tersebut juga diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dengan sanksi hukum yang berbeda. Dengan begitu, kata Yusril, tumpang tindih peraturan akan menimbulkan ketidakpastian hukum.

"Pasal 59 mengenai larangan tindakan permusuhan SARA itu sudah diatur dalam KUHP, tapi sanksinya berbeda. Jadi mau pasal mana yang akan dipakai. Hal ini menunjukkan tidak ada kepastian hukum," kata Yusril.

Selain itu, Yusril juga mengkritik mengenai penerapan ketentuan pidana dalam pasal 82A. Pasal itu menyatakan bahwa anggota atau pengurus ormas bisa dipidana penjara jika melanggar ketentuan Perppu.

Sebelumnya ketentuan mengenai penerapan sanksi pidana tidak diatur dalam UU Ormas.

"Ini kan tidak jelas. Di pasal 59 mengatur hal-hal yang dilarang dilakukan oleh organisasi, tapi di pasal 82A mengatur pidana yang menghukum orang," tuturnya.(Kristian Erdianto)

Berita telah dipublilkasikan di Kompas.com dengan judul: "NU Itu Mendukung Pancasila, Bagaimana Mungkin Dibubarkan?"

Sumber: Kompas.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas