Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

KPK Bidik Korporasi Penggarap Proyek e-KTP

"Ya kan setiap kasus itu bisa orangnya dulu bisa korporasinya dulu. Khusus untuk e-KTP itu kan orangnya dulu,"

Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Adi Suhendi
zoom-in KPK Bidik Korporasi Penggarap Proyek e-KTP
TRIBUNNEWS/HERUDIN
Wakil Ketua KPK Laode M Syarif. 

Laporan wartawan Tribunnews.com, Theresia Felisiani

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan bakal menjerat pihak yang diuntungkan dari korupsi proyek e-KTP.

Bukan hanya perorangan, penyidik KPK juga mendalami korporasi yang diuntungkan dari korupsi yang merugikan keuangan negara hingga Rp 2,3 triliun itu.

Wakil Ketua KPK, Laode M Syarief mengatakan, saat ini penyidiknya sedang fokus mengusut kasus dugaan korupsi dengan tersangka Ketua DPR Setya Novanto dan politikus Golkar, Markus Nari.

Baca: KPK Akui Kembalikan Uang yang Sebelumnya Disita Kepada Mantan Irjen Kemendes Sugito

Sementara berkas perkara Andi Agustinus alias Andi Narogong sudah masuk tahap dua, Jumat (21/7/2017).

Sehingga, perkara Andi Narogong segera disidangkan di Pengadilan Tipikor Jakarta.

Berita Rekomendasi

Laode M Syarif melanjutkan ke depan tidak menutup kemungkinan KPK menjerat pihak lain yang menerima aliran dana atau diuntungkan dari korupsi e-KTP, termasuk perusahaan penggaran proyek senilai Rp 5,9 triliun itu.

"Ya kan setiap kasus itu bisa orangnya dulu bisa korporasinya dulu. Khusus untuk e-KTP itu kan orangnya dulu," kata Laode M Syarif di KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (21/7/2017).

Baca: KPK Akan Analisis Putusan Hakim Sikapi Tidak Disebutnya Nama Setya Novanto

Menurutnya, penangangan kasu korupsi e-KTP akan terus berjalan dan bila dilihat korporasinya berperan penting, KPK pun tak segan untuk menjeratnya.

"Dilihat bahwa korporasinya berperan sangat penting, dapat keuntungan banyak dari e-KTP, itu tidak tertutup kemungkinan KPK menyasar pada korporasinya," kata Syarief.

Seperti diketahui dalam putusan terhadap Irman dan Sugiharto, hakim menyebut tiga nama yang turut terlibat dan menikmati aliran dana dari korupsi korporasi.

Mereka yakni mantan Sekretaris Fraksi Golkar Ade Komarudin atau Akom, politikus Golkar Markus Nari menerima USD 400 ribu.

Serta mantan anggota Komisi II DPR dari Fraksi Hanura Miryam S Haryani menerima USD 1,2 juta.

Baca: Kapolda Metro Jaya Diganti, KPK Tidak Masalah Meski Kasus Novel Belum Terungkap

Selain ketiga politikus tersebut, terdapat sejumlah nama yang disebut Majelis Hakim terbukti menerima aliran dana.

Seperti mantan Sekretaris Jenderal Kemendagri Diah Anggraeni sebesar USD500 ribu, pengacara Hotma Sitompul sebesar USD400 ribu.

kemudian Ketua Tim Teknis Pengadaan e-KTP Husni Fahmi menerima uang sebesar USD20 ribu dan Rp 30 juta, Ketua Panitia Lelang e-KTP Drajat Wisnu Setyawan sebesar USD140 ribu dan Rp 25 juta.

Hakim juga menyatakan enam anggota panitia lelang terbukti menerima uang masing-masing sebesar Rp10 juta dan anggota tim Fatmawati dengan nominal yang berbeda-beda.

Bahkan uang korupsi e-KTP juga mengalir ke direksi PT LEN Industri, Wahyudin Bagenda, Abraham Mose, Agus Iswanto, Andra Agus Salam dan Darma Mapangara masing-masing sebesar Rp 1 miliar.

Hakim juga menyebut korupsi e-KTP menguntungkan Perum PNRI sebesar Rp 107 miliar.

PT Sandipala Arthaputra sebesar Rp 145 miliar dan PT Mega Lestari Unggul sebesar 148 miliar.

PT LEN Industri sebesar Rp 3,4 miliar, PT Sucofindo sebesar Rp 8,2 miliar dan PT Quadra Solutions sebesar Rp 79 miliar.

Masih menurut Laode M Syarif, KPK memungkinkan menjerat korporasi sebagai tersangka korupsi setelah terbitnya Perma nomor 13 tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Tindak Pidana oleh Korporasi pada akhir tahun 2016 lalu.

"Di KPK sekarang sudah punya tim khusus untuk penyelidikan kasus-kasus yang berhubungan dengan tanggung jawab pidana korporasi," ucapnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas