Mantan Mentan Anton Apriyantono Akhirnya Angkat Bicara Soal Kasus Dugaan Pemalsuan Beras
Anton mengatakan IR 64 merupakan varietas lama yg sudah digantikan dengan varietas yang lebih baru yaitu Ciherang
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepolisian menggrebek gudang PT. Indo Beras Unggul (PT IBU) di Bekasi. PT IBU merupakan aanak perusahaan PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (PT TPSF).
Penggrebekan itu menyeret nama Mantan Menteri Pertanian Anton Apriyantono. Ia disebut duduk sebagai Komisaris Utama PT Tiga Pilar Sejahtera (TPS). Anton pun memberikan penjelasan mengenai tudingan ke perusahaannya tersebut.
Anton mengatakan IR 64 merupakan varietas lama yg sudah digantikan dengan varietas yang lebih baru yaitu Ciherang. Lalu diganti lagi dengan Inpari.
"Jadi di lapangan IR 64 itu sudah tidak banyak lagi. Selain itu, tidak ada yang namanya beras IR 64 yang disubsidi, ini sebuah kebohongan publik yang luar biasa," kata Anton ketika dihubungi Tribunnews.com, Minggu (24/7/2017).
"Yang ada adalah beras raskin, subsidi bukan pada berasnya tapi pada pembeliannya, beras raskin tidak dijual bebas, hanya untuk konsumen miskin," kata Anton.
Anton mengatakan dalam dunia perdagangan beras dikenal itu namanya beras medium dan beras premium. SNI untuk kualitas beras juga ada.
"Yang diproduksi TPS sudah sesuai SNI untuk kualitas atas," kata Anton.
Anton pun mempertanyakan adanya kerugian negara dalam kasus tersebut. Apalagi disebut negara dirugikan ratusan triliun. Padahal, kata Anton, omzet beras PT. TPS hanya Rp4 Triliun per tahun. Ia juga menjelaskan adanya tudingan menjual beras diatas harge eceran tertinggi (HET). Ia menilai tudingan tersebut tidak bijak.
"SK mendag mengenai HET beras baru ditandatangani dan berlaku 18 Juli, sementra itu tanggal 20 Juli sudah diterapkan ke PT IBU saja, tidak kepada yg lain dan tidak diberikan waktu untuk melakukan penyesuaian," kata Anton.
Anton juga menyebutkan HET Rp9000 terlalu rendah karena harg rata-rata beras sudah diatas Rp10 ribu. Sehingga harga tersebut perlu dievaluasi lagi.
"Selain itu tetap harus dibedakan antara beras medium dan beras premium karena kualitasnya berbeda," kata Anton.
Anton juga melihat adanya ketidakpahaman membedakan antara kandungan gizi dengan angka kecukupan gizi
"Satu lagi, pemberitaan menyimpan 3 juta ton beras atau membeli beras 3 juta ton beras, itu jelas ngawur karena kapasitas terpasang seluruh pabrik TPS hanya 800 ribu ton," kata Anton.