Pegiat Antikorupsi: Laporkan Novel ke Bareskrim, Ini Lebih Bermotif Politik
Untuk itu ia meminta Kepolisian juga jangan terjebak pada narasi adu domba penegak hukum oleh para koruptor.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pegiat antikorupsi menilai laporkan penyidik Senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke Bareskrim Polri lebih bermuatan politis.
"Menurut saya, pelaporan ini lebih kepada motif politik dan tidak punya alas hukum yang kuat," kata pegiat antikorupsi yang juga Peneliti Indonesian Legal Roundtable, Erwin Natosmal Oemar kepada Tribunnews.com, Rabu (26/7/2017).
Karena menurut Erwin Natosmal, pernyataan pelapor terlalu sumir.
"Niko harus membuktikan juga dokumen mana yang dituduhkan kepada Novel," ujarnya.
Publik juga harus membaca bahwa pelaporan ini adalah bagian dari narasi besar Pansus Angket untuk mendelegetimasi KPK, menurutnya.
Untuk itu ia meminta Kepolisian juga jangan terjebak pada narasi adu domba penegak hukum oleh para koruptor.
Mengungkap Misteri Segitiga Bermuda: Kesaksian ABK Hingga Keberadaan Kawah Bawah Laut https://t.co/DFeR0kLJPn via @tribunnews
— TRIBUNnews.com (@tribunnews) July 26, 2017
Nico membuat laporan ke Bareskrim Polri pada Selasa (25/7/2017) malam, setelah sebelumnya memberikan keterangan kepada para panitia khusus (pansus) hak angket KPK atas intimidasi yang ia terima saat diperiksa oleh penyidik KPK Novel Baswedan.
Laporan Nico terdaftar dalam surat laporan polisi nomor LP/733/VII/2017/Bareskrim.
Nico melaporkan Novel atas tuduhan dugaan tindak pidana pemalsuan identitas, memberikan keterangan palsu ke dalam akta otentik dan keterangan palsu di bawah sumpah, serta penyalahgunaan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 263, 264, 266, 242, dan 421 KUHP.
Sebelumnya, Nico berkata depan pansus hak angket KPK, sejumlah intimidasi yang dilakukan KPK, seperti ia yang diminta menyerahkan barang bukti hard disk serta menandatangi berkas barang bukti dan dipaksa mengaku mengetahui kronologi korupsi yang dilakukan Muchtar Effendi.
Selain itu, Nico juga diminta mengaku sudah bekerja pada Maret 2013. Padahal ia baru bekerja di perusahaan Muchtar pada 2014.
Ia juga mengaku disuruh mengaku mendengar percakapan antara Muchtar dan Akil, dan disuruh mengakui harta dan aset Muchtar sebagai aset titipan Akil.