Pupuk yang Dibutuhkan Petani adalah yang Cukup Nitrogen, Kalium dan Phospat kata Winarno Tohir
Pupuk sangat penting dalam menunjang swasembada beras keberhasilan usaha tani padi. Peran pupuk bisa mencapai 20% dari total nilai keberhasilan usaha
Editor: Toni Bramantoro
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pupuk sangat penting dalam menunjang swasembada beras keberhasilan usaha tani padi. Peran pupuk bisa mencapai 20% dari total nilai keberhasilan usaha tani.
Ketua Kelompok Tani Nelayan Andalan (KTNA) Nasional, Winarno Tohir mengatakan penyediaan pupuk bersubsidi oleh PT Pupuk Indonesia memberi andil besar dalam mensukseskan program swasembada pangan nasional.
“Proporsi pupuk dalam struktur biaya produksi padi memang cukup besar, yaitu sekitar 10,40% (BPS, 2017) tetapi perannya dalam keberhasilan produksi mencapai 20%,” ungkap Winarno Tohir.
Dijelaskan Winarno Tohir, pupuk yang dibutuhkan petani adalah yang dapat mensuplai kecukupan unsur hara tanah untuk pertanaman padi seperti Nitrogen, Kalium dan Phospat. Prakteknya, yang beredar di pasaran pupuk Urea, NPK, SP36, meskipun tersedia juga pupuk jenis majemuk.
Saat ini, produksi pupuk nasional sekitar 13,5 juta ton, mayoritas diperuntukkan bagi kebutuhan lokal terutama untuk sub sektor tanaman pangan, perkebunan, hortikultura, peternakan dan perikanan budidaya dengan skim subsidi input.
“Bila kebutuhan lokal sudah terpenuhi, pemerintah setelah mencukupi kebutuhan lokal, sisanya dapat diekspor,” jelasnya.
Tahun 2016, Kementan mengalokasikan anggaran subsidi pupuk Rp 30,06 triliun atau setara 9,55 juta ton pupuk berbagai jenis. Jumlah pupuk subsidi yang terserap hanya 9,205 juta ton atau sekitar 96,39% tersisa 0,345 juta ton.
“Ada anomali dalam penanganan pupuk bersubsidi. Di satu sisi terbukti alokasi yang ada tidak terserap, sementara di lapangan, petani mengeluhkan kelangkaan pupuk,” kata Winarno Tohir.
Penyebabnya diduga karena data CPCL (Calon Petani Calon Lokasi) yang tidak akurat alias terlalu tinggi dari kebutuhan riel. Distribusinya tidak proporsional atau tidak sesuai kebutuhan riel lapangan, sistem distribusi sistem rayon yang tidak memungkinkan pupuk nyeberang wilayah lain yang membutuhkan.
“Kelemahan sistem rayon adalah, ketika suatu daerah terjadi surplus jumlah pupuk subsidi, ketika akan dipindah ke daerah lain terkendala sejumlah aturan dan waktu,” tutur Winarno Tohir.
Dampaknya, bagi petani, kekurangan pupuk tentu menurunkan produksi padi. Kerugian produsen adalah ketika peluang ekspor hilang.
Peluang mendapatkan devisa dan laba perusahaan hilang, sementara pupuknya tidak terpakai sehingga seluruh biaya operasional ditanggung perusahaan pupuk.
Meski ada sejumlah kekurangan, Winarno menegaskan kebijakan subsidi pupuk adalah kebijakan yang baik sehingga layak terus dipertahankan.
Pemerintah didukung oleh DPR dan para stakeholder lainnya menyepakati untuk mengalokasikan anggaran yang sama dengan volume pupuk yang sama tahun ini yaitu Rp 31,153 triliun atau setara 9,55 juta ton pupuk berbagai jenis.