Sidang Kelima Praperadilan Kasus BLBI, KPK Hadirkan Dua Saksi Ahli
Sidang praperadilan kasus BLBI yang diajukan oleh tersangka Syafruddin Arsjad Temenggung di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terus bergulir.
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sidang praperadilan kasus BLBI yang diajukan oleh tersangka Syafruddin Arsjad Temenggung (SAT) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terus bergulir.
Hari ini, Senin (31/7/2017) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan ahli hukum acara pidana dan ahli keuangan.
"Dalam persidangan hari ini, Senin (31/7/2017) KPK akan menghadirkan ahli hukum acara pidana dan ahli keuangan negara di sidang praperadilan kasus BLBI," kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah.
Febri menjelaskan ahli yang akan dihadirkan pertama adalah ahli hukum acara pidana yang akan menegaskan kewenangan KPK menangani BLBI sesuai dengan KUHAP dan UU KPK.
Setelah itu akan diajukan saksi ahli keuangan negara. Akan diuraikan aspek kerugian keuangan negara dalam sebuah penanganan kasus korupsi.
"Sebagaimana disampaikan sebelumnya, indikasi kerugian negara di kasus BLBI ini adalah Rp 3,7 triliun," tegas Febri.
Febri menambahkan penanganan kasus BLBI ini perlu dilakukan dengan kerjasama sejumlah pihak, karena indikasi kerugian negara yang sangat besar sehingga hal tersebut tentu membebani perekonomian secara lebih luas.
Sebelumnya dalam sidang hari keempat, Jumat (28/7/2017) KPK sudah menghadirkan ahli hukum pidana, Dr Noor Aziz Said dari Univ Jenderal Soedirman.
Baca: Rumah Mewah yang Disewa Pelaku Kejahatan Siber Ternyata Milik Purnawirawan TNI
Hasilnya, ahli menegaskan bahwa kasus yang diusut KPK berada di ranah pidana, khususnya tindak pidana korupsi.
Hal tersebut membantah alasan pemohon (tersangka) yang mengatakan KPK tidak dapat mengusut kasus BLBI karena materi perkaranya berada di ranah perdata.
"KPK juga membantah argumen pihak tersangka yang memohon praperadilan yang mengatakan kasus ini sudah nebin in idem dengan alasan sudah pernah di SP3 oleh Kejaksaan Agung," ungkap Febri.
Karena materi perkara yang diusut KPK berbeda dengan yang pernah diproses Kejaksaan Agung.