Mendagri: Pemerintah Itu Tidak Bodoh Ya
"Tidak ada masalah, silahkan saja. Dulu Demokrat pas mimpin juga dua puluh persen (PT-nya)," ujar Tjahjo.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo, menganggap tidak ada yang salah dengan langkah Partai Demokrat yang mengajukan permohonan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK), terkait ambang batas pemilihan presiden (Pilpres) atau Presidential Threshold (PT) sebesar 20 persen untuk 2019 mendatang.
"Tidak ada masalah, silahkan saja. Dulu Demokrat pas mimpin juga dua puluh persen (PT-nya)," ujar Tjahjo kepada wartawan di Hotel Mercure, Jakarta Utara, Rabu (2/7/2017).
Adalah Sekjen Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrat, Hinca Panjaitan yang menyambangi MK untuk mendaftarkan permohonan uji materi, terkait hasil rapat paripurna DPR RI atas Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilihan Umum (Pemilu).
Usul PT sebesar 20 persen untuk Pilpres 2019 mendatang diusulkan pemerintah.
Usul tersebut didukung oleh partai-partai pendukung pemerintah.
Baca: Tiba di Jakarta, Habib Rizieq Dijadwalkan Ikut Pawai 17 Agustus yang Dipelopori FPI
Sementara partai yang menolak antara lain adalah Partai Demokrat, Partai Gerindra, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Amanat Nasional (PAN).
PT sebesar 20 persen dianggap melanggar konstitusi oleh Ketua Umum DPP Partai Gerindra, Prabowo Subianto.
Pasalnya pada 2019 mendatang, Pilpres dan Pileg digelar serentak.
Sementara dengan PT 20 persen, yang digunakan adalah hasil pileg 2014.
Tjahjo Kumolo yang merupakan mantan Sekjen DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menegaskan bahwa pemerintah tidak bodoh dan kebijakan untuk mengusulkan PT sebesar 20 persen dilakukan melalui kajian oleh orang-orang yang mumpuni.
"Pemerintah itu tidak bodoh ya. Pemerintah pasti tahu undang-undang, Kami punya biro hukum, tidak mungkin pemerintah memaksa pasal atau ayat yang bertentangan dengan konstitusi," ujar Tjahjo.
"Soal nanti ada prespesi berbeda PT itu melanggar konstitusi atau tidak, itu bukan parpol, bukan tokoh masyarakat, bukan anggota DPR, bukan menteri, yang berhak menentukan adalah MK," Tjahjo menambahkan.