Bupati Syafii Sempat Tawar Menawar Uang Suap Tapi Kajari Ngotot Minta Rp 250 Juta
Bupati Pamekasan Ahmad Syafii sebagai pihak yang memerintahkan pemberian suap Rp 250 juta, ternyata sempat menawar agar jumlah uang bisa berkurang.
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Operasi tangkap tangan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Kepala Kejaksaan Negeri Pamekasan, Rudy Indra Prasetya, menyisakan cerita unik.
Bupati Pamekasan Achmad Syafii sebagai pihak yang memerintahkan pemberian suap Rp 250 juta, ternyata sempat menawar agar jumlah uang bisa berkurang.
Namun upaya menawar uang suap itu mentok karena Rudy bersikeras minta uang Rp 250 juta untuk menghentikan proses hukum terhadap dugaan penyimpangan penggunaan dana desa tahun anggaran 2015-2016.
Keunikan lainnya, nilai dugaan penyimpangan dana desa itu hanya Rp 100 juta alias kurang dari separo nilai suap.
Keunikan berikutnya, ada dua jaksa di Kejaksaan Negeri (Kejari) Pamekasan yang sempat ditangkap KPK, ternyata punya integritas tinggi dan kemudian dilepaskan.
Baca: Bukti Suap Hanya Rp 250 Juta, Pimpinan KPK: Kami Sebenarnya Tak Tertarik Korupsi Proyek Kecil
"Ada dua orang jaksa yang awalnya ikut diamankan, setelah diperiksa secara seksama, ternyata mereka punya integritas tinggi. Mereka sebenarnya ingin menindaklanjuti laporan korupsi dana desa tapi dapat hambatan dari atasannya (Kepala Kejaksaan Negeri/Kajari Pamekasan)," terang Wakil Ketua KPK, Laode M Syarif, di kantor KPK, Jakarta, Kamis (3/8/2017).
Laode M Syarif menjelaskan awalnya ada sebuah LSM melapor ke Kejari Pamekasan mengenai kepala desa (kades) bernama Agus Mulyadi yang diduga korupsi dana desa.
Kemudian dua jaksa tersebut langsung melakukan penyelidikan dan pengumpulan bahan.
Saat kasus akan dinaikkan ke tahap penyidikan, sang kades ketakutan dan melapor ke Inspektorat Kabupaten Pamekasan.
Lalu ada komunikasi beberapa pihak di Kejari dan Pemkab Pamekasan untuk menghentikan laporan yang hendak dinaikkan ke tahap penyidikan.
Menurut Syarif, dalam pembicaraan antara oknum jaksa dan pejabat di Pemkab Pamekasan, disepakati penanganan kasus akan dihentikan apabila pihak Pemkab menyerahkan Rp 250 juta kepada Kajari Pamekasan.
"Kepala Desa merasa ketakutan dan berupaya menghentikan proses hukum. Kepala Desa kemudian berkoordinasi dengan Kepala Inspektorat Kabupaten Pamekasan (Sucipto Utomo). Upaya menghentikan perkara tersebut juga dibicarakan dengan Bupati Achmad Syafii," tutur Laode M Syarif.
Akhirnya dilakukan penyerahan uang suap melalui Kepala Inspektorat Pemkab Pamekasan, Sucipto Utomo kepada Rudy Indra Prasetya di rumah dinas Kajari Pamekasan.
"Uang Rp 250 juta disimpan di kantong plastik hitam dan sudah kami sita. Jadi dalam prosesnya, penyelidikan diintervensi dari atas lalu di-stop. Proses penghentikan proses hukum melibatkan banyak pihak, termasuk Bupati Pamekasan," katanya.
Proyek Kecil
Mengenai peran Bupati Ahmad Syafii, Laode M Syarif, menyebut sang kepala daerah berkepentingan agar kasus yang menimpa Kepala Desa Agus Mulyadi diselesaikan di bawah tangan.
"Bupati meminta agar Kepala Inspektorat mengamankan kasus itu, jangan sampai ada ribut-ribut soal dana desa," terang Laode.
Bupati bahkan sempat menawar jumlah uang suap yang disepakati sebelumnya, Rp 250 juta.
"Ingin dinego supaya jumlah uang suap kurang dari Rp 250 juta. Namun Kajari tidak bersedia turun harga," ungkap Laode M Syarif.
Setelah melakukan penyidikan awal, KPK menetapkan lima dari 11 orang yang ditangkap di Pamekasan pada Rabu (2/8/2017), sebagai tersangka.
Para tersangka tersebut yaitu Bupati Ahmad Syafii, Kepala Inspektorat Sucipto Utomo, Kajari Rudy Indra Prasetya, Kepala Desa Dasok Agus Mulyadi, dan Kepala Bagian Administrasi Inspektorat Pemkab Pamekasan Noer Sollehhodin.
Mengenai jumlah suap yang relatif kecil, hanya Rp 250 juta, Laode M Syarif mengakui sebenarnya sejak dulu KPK tidak tertarik menangani perkara korupsi yang nilainya kecil.
Hanya saja karena pengelolalaan dana desa menjadi fokus KPK, sehingga penyidik merasa perlu terjun memantau kasus di Pamekasan.
"KPK dari dulu sebenarnya tidak tertarik pada proyek kecil seperti itu. Dalam undang-undang disebutkan harus ada unsur penyelenggara negara dan nilainya di atas Rp 1 miliar. Tapi dalam operasi, tidak selalu seperti apa yang direncanakan," ujarnya.
Menurut Laode, tidak menutup kemungkinan ada kasus di proyek lainnya.
"Tapi apakah ada hubungan dengan proyek-proyek lain itu jadi pekerjaan rumah KPK untuk diselesaikan," tambah Laode.
Mengenai asal uang suap kepada Kajari, KPK masih melakukan pendalaman, apakah merupakan uang pribadi Bupati Syafii atau hasil patungan beberapa pihak.
"Kasus ini sangat menarik, anggaran kecil tapi bisa menimbulkan kerugian lebih besar. Nilai proyek kan hanya Rp 100 juta tapi nilai suapnya Rp 250 juta," terang Laode M Syarif.
Soal penetapan tersangka terhadap Kajari Rudy Indra Prasetya, Laode mengaku telah berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung.
"Kami sudah berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung. Beliau-beliau di Kejaksaan Agung sudah memahami kejadiannya," katanya. (tribunnetwork/ter)