Jaksa Agung HM Prasetyo Didesak Mundur
Prasetyo diminta mundur karena tidak mampu mengendalikan atau mengawasi jaksa-jaksa yang terlibat kasus tindak pidana korupsi.
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Koalisi Pemantau Peradilan mendesak Jaksa Agung HM Prasetyo agar mundur dari jabatannya.
Prasetyo diminta mundur karena tidak mampu mengendalikan atau mengawasi jaksa-jaksa yang terlibat kasus tindak pidana korupsi.
Desakan tersebut disampaikan pascapenangkapan Kepala Kejaksaan Negeri Pamekasan Rudy Indra Prasetya dan dua jaksa lainnya.
Menurut Miko, ini penangkapan ini menambah daftar jaksa yang menjadi pasien KPK selama kepemimpinan Prasetyo.
"Saya kira dorongan untuk Jaksa Agung mundur dari jabatannya ini sungguh beralasan. Jaksa Agung sudah gagal membawa kejaksaan ke arah reformasi. Pilihan itu wajar sebagai bentuk pertanggungjawaban," kata Miko Ginting saat memberikan keterangan pers di Indonesia Corruption Watch, Jakarta, Jumat (4/8/2017).
Menurut Miko, berdasarkan data yang dihimpun Koalisi Pemantau Peradilan, KPK telah menetapkan lima jaksa sebagai tersangka sejak Prasetyo dilantik Presiden Joko Widodo.
Kata dia, daftar tersebut kemudian bertambah tujuh hasil operasi tangkap tangan yang dilakukan Tim Saber Pungli.
Jadi, selama Prasetyo memimpin Korps Adhyaksa, 12 tujuh jaksa telah tertangkap tangan.
Menurut Miko, peristiwa ini tidak bisa hanya dipandang sebagai perbuatan oknum semata sebagaimana pernyataan Prasetyo mengenai penangkapan jaksa baru-baru ini.
Jika tidak bersedia mundur, Miko meminta agar Presiden Joko Widodo segera mengevaluasi kinerja Prasetyo.
Evaluasi itu penting apakah Jaksa Agung pilihan Presiden telah membawa kejaksaan ke arah reformasi sesuai dengan nawacita.
"Kalau tidak mau mundur, momentum reshufel ini Presiden harus bisa ambil apakah Jaksa Agung yang dia pilih sesuai dengan yang dia harapan atau tidak. Apakah sudah bawa ke arah reformasi atau tidak," tukas Miko.
Berikut adalah lima jaksa yang
1. Jaksa Fahri Nurmalo (Kejati Jawa Tengah).
Fahri Nurmallo, ketua tim jaksa yang menangani kasus korupsi penyalahgunaan dana BPJS Kabupaten Subang, Jawa Barat diduga menerima Suap Rp 528 juta dari Ojang (Bupati Subang) agar namanya tidak disebut dalam perkara yang menjerat Jajang di Kejati Jawa Barat.
Pada 2 November 2016 Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Bandung, akhirnya memvonis jaksa Fahri Nurmallo divonis 7 tahun denda Rp 300 juta, subsider kurungan empat bulan.
2. Jaksa Devianti Rohaini, jaksa penuntut umum di Kejati Jawa Barat menerima uang suap dalam penanganan kasus korupsi penyalahgunaan dana BPJS Kabupaten Subang, Jawa Barat.
Pada 2 November 2016 Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Bandung, akhirnya memvonis jaksa Fahri Devi divonis 5 tahun denda Rp 300 juta, subsider kurungan empat bulan
3. Jaksa Farizal (Kejati Sumatra Barat).
Komisi Pemberantasan Korupsi menahan jaksa di Kejaksaan Negeri Padang, Farizal, Senin (26/9/2016).
Farizal diduga menerima suap Rp 365 juta dari Direktur Utama CV Semesta Berjaya, Xaveriandy Sutanto.
Uang yang diberikan Xaveriandy itu untuk mengatur perkara yang disidangkan di Pengadilan Negeri di Padang.
Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Padang memvonis Farizal 5 tahun penjara denda Rp 250 juta subsider 4 bulan penjara dan wajib membayar uang pengganti Rp 335,6 juta.
4. Jaksa Parlin Purba (Kejati Bengkulu).
Pada 9 Juni 2017 KPK menangkap kepala Seksi III Intel Kejaksaan Tinggi Bengkulu, Parlin Purba di salah satu resto di Objek Wisata Pantai Panjang, Kota Bengkulu.
Suap yang diberikan kepada Parlin diduga berhubungan dengan pengumpulan data dan bahan keterangan indikasi korupsi terkait proyek pembangunan irigasi yang berada di bawah Balai Wilayah Sungai Sumatera (BWSS) VII Provinsi Bengkulu.
Saat operasi tangkap tangan, tim KPK menyita barang bukti berupa uang senilai Rp 10 juta.
5. Jaksa berinisial Rudi Indra Prasetya (Kejari Pamekasan).
Komisi Pemberantasan Korupsi pada 2 Agustus 2017 diberitakan menangkap Kajari Pamekasan, Jatim berinisal RI di Pamekasan, Madura, Jatim.
Selain Kepala Kejari Pamekasan, ditahan pula Kepala Inspektorat Kabupaten Pamekasan, dua orang staf inspektorat, dan dua kepala desa di Pamekasan.
Penangkapan KPK ini diduga berhubungan dengan penanganan kasus alokasi dana desa yang mengucur di Kabupaten Pamekasan tahun 2015-2016. Kasus sedang ditangani oleh Kejari Pamekasan.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.