Kisah Terowongan Cinta di Istana Kepresidenan Tampaksiring
Untuk memasukinya, masyarakat dapat melewati pintu yang berada di gapura utara pagar luar Istana.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Siapakah yang pernah mengunjungi Istana Kepresidenan Tampaksiring, Bali?
Adakah yang mengetahui mengenai kisah Terowongan Cinta di Istana Kepresidenan yang sudah dibangun pada 1957?
Tidak banyak yang tahu kalau tepat di bawah istana tersebut, terdapat sebuah terowongan yang telah menjadi salah satu daya tariknya.
Karena keindahannya, terowongan ini pun sering dijadikan tempat berswafoto oleh para wisatawan pengunjung Pura Tirta Empul.
Tidak heran, karena lingkungan sekitarnya memang nampak begitu asri dan hijau, dengan latar belakang Pura Tira Empul dan Jembatan Persahabatan.
Entah bagaimana ceritanya, seiring berjalannya waktu, para wisatawan juga mulai menyebut terowongan ini dengan nama Terowongan Cinta.
Mungkin karena letaknya yang berada di dekat Jembatan Persahabatan, yang seringkali berubah menjadi rasa cinta.
Mungkin juga, seperti dituturkan I Nyoman Diana – Istana Tampaksiring dalam laman Setneg.go.id, Rabu (9/8/2017), suasana sekitarnya yang memang seringkali membuat pengunjung jatuh cinta.
Meski begitu, baik wisatawan maupun masyarakat yang menggunakan terowongan dan jalan setapak ini, tetap diharapkan untuk tetap menjaga kebersihan dan keamanannya, agar lingkungan tetap bersih, asri, aman, dan nyaman.
Meskipun Istana Tampaksiring sudah dibangun pada 1957, terowongan bawah tanah ini baru dibangun 46 tahun kemudian, yakni pada 2003.
Terowongan ini memiliki tinggi 3 meter, serta lebar 3 meter.
Tidak terlalu luas, karena memang hanya diperuntukkan bagi pejalan kaki.
Dengan panjang mencapai 100 meter, terowongan ini menghubungkan pedesaan masyarakat yang terletak di sebelah Istana, dengan Pura Tirta Empul yang ada di lembah, tepatnya di bawah Istana.
Baca: Kisah Najwa Shihab, Duta Baca dan Berhentinya Mata Najwa
Dengan adanya terowongan ini, masyarakat sekitar Istana pun dapat dengan leluasa bersembahyang dan mengambil air di Pura Tirta Empul.
Untuk memasukinya, masyarakat dapat melewati pintu yang berada di gapura utara pagar luar Istana.
Di dalam terowongan, terdapat beberapa teralis besi pada langit-langitnya agar sinar matahari dapat masuk dan memberikan penerangan.
Selain itu, dipasang juga lampu-lampu di beberapa titik untuk membantu penerangan dalam terowongan, terutama saat malam hari.
Di penghujung terowongan, terdapat sebuah jalan setapak dan anak tangga yang melewati bawah Jembatan Persahabatan.
Jembatan ini dikenal yang paling ikonik dari Istana Tampaksiring.
Sebelum adanya terowongan ini, jalur bukit di atasnya merupakan satu-satunya jalan yang ditempuh masyarakat jika hendak ke Pura Tirta Empul.
Mereka harus melewati jalan setapak yang ada di dalam areal Istana.
Jalan itu dibatasi dengan pagar dan letaknya tepat di atas terowongan yang ada sekarang. Setelah itu, turun lagi ke jalan setapak yang ada di bawah Jembatan Persahabatan.
Namun, perjalanan tersebut pun seringkali terganggu, terutama saat diadakannya acara kenegaraan atau acara resmi lainnya di Istana.
Akhirnya, saat Gedung Konferensi tengah dibangun, dibuatlah sekaligus terowongan ini di sebelahnya.
Dengan demikian, aktivitas masyarakat dapat terus berjalan. Selain itu, keamanan Istana pun lebih terjaga.
Meskipun Pura Tirta Empul berada di areal Istana, masyarakat sekitar tetap diperbolehkan untuk mengaksesnya secara bebas.
Pembangunan terowongan yang menghubungkan pun membuatnya disebut sebagai salah satu bentuk kearifan lokal.
Hal ini dimaksudkan agar interaksi antara Istana dan masyarakat sekitar tetap terjaga, sejak Presiden Soekarno membangun Istana Tampaksiring sampai sekarang.
Sementara itu, keamanan seputaran Istana dan Pura Tirta Empul dilakukan bekerja sama dengan masyarakat sekitar Desa Adat Manukaya.
Seorang “Pecalang” atau petugas keamanan tradisional Bali, ditugaskan secara bergiliran menjaga keamanan dan ketertiban Pura Tirta Empul dan sekitarnya. (Sumber: Kementerian Sekretariat Negara)