Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Temui Mendikbud, Yenny Wahid Diskusi Soal Simpang Siur Istilah 'Full Day School'

Yenny Wahid mengapresiasi upaya Kemendikbud untuk memperkuat pendidikan karakter.

Editor: Ferdinand Waskita
zoom-in Temui Mendikbud, Yenny Wahid Diskusi Soal Simpang Siur Istilah 'Full Day School'
Tribunnews.com / Istimewa
Mendikbud Muhadjir Effendy dan Yenny Wahid 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy beraudiensi dengan Zannuba Ariffah Chafsoh Rahman Wahid, atau akrab dipanggil Yenny Wahid dan Najelaa Shihab, di Kantor Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Jakarta, Selasa (15/8/2017).

Puteri kedua Presiden Republik Indonesia Almarhum Abdurrahman Wahid ini mengapresiasi upaya Kemendikbud untuk memperkuat pendidikan karakter.

“Saya mendukung peningkatan kualitas guru dan perbaikan kualitas sistem pendidikan yang ada,” ujar Yenny Wahid kepada awak media usai pertemuan, di Jakarta, Selasa (15/8/2017).

Baca: Ketua PBNU Tidak Yakin Santri Teriak Bunuh Menteri

 Pertemuan tadi, dijelaskan Yenny, mendiskusikan mengenai kesimpangsiuran definisi Full Day School (FDS).

“Istilah itu tidak pernah ada tapi terlanjur disalahpahami sebagai FDS atau Full Day School,” ujarnya.

Menurut Yenny, Mendikbud menegaskan bahwa tidak ada delapan jam pelajaran bagi siswa, namun delapan jam tersebut berlaku bagi guru, sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN).

BERITA TERKAIT

“Ini bukan perkara jam belajar siswa tapi regulasi ini menyangkut jam kerja guru. Delapan jam itu bisa diisi oleh guru dengan training, evaluasi belajar siswa, membimbing siswa dalam kelas dan ekstrakurikuler,” jelasnya.

Baca: Karpet Merah Hingga Bubur Lemu Akan Sambut Presiden Jokowi, Begini Persiapan Sidang Paripurna MPR

Jadi, lanjutnya, jam pelajaran itu sama seperti dahulu, tapi ditambah sekitar 1 jam 20 menit. Sehingga, pada praktiknya, tidak akan mengganggu Madrasah Diniyah (Madin) dan siswa masih memiliki cukup waktu untuk mengikuti Madin.

Yenny pun menjelaskan bahwa penerapan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) menyinergikan antara sekolah dengan Madin, sebagai pendidikan informal yang telah berperan penting dalam pendidikan karakter bangsa selama ini.

“Bentuknya koordinasi Madin dengan pihak sekolah, tapi belum dibahas secara detail. Yang terpenting semangatnya, bahwa kita tidak membiarkan Madin menjadi mati, tapi merangkul supaya Madin bisa menjadi agen merubah Pendidikan Karakter bagi anak lebih baik,” ucapnya.

Direktur Wahid Institute itu menghimbau agar kesalahpahaman mengenai konsep PPK sebagai Full Day School dapat segera berakhir.

Yenny mengungkapkan adanya kecenderungan less formal schooling, kegiatan sekolah formal harus dikurangi tapi harus memberikan opsi bagi murid untuk mengembangkan potensi dirinya.

Dia mencontohkan, ketika orang tua memasukkan anaknya ke sekolah tari, klub basket, atau Madin, disinilah peranan orang tua dalam mewadahi potensi dan bakat anak.

“Jika PPK ini jadi diterapkan maka secara teori rencana yang ada bisa terimplementasikan karena sekolah, keluarga orang tua jadi peran penting,” ujarnya.

Ia mengapresiasi upaya Kemendikbud dalam menyinergikan Tri Pusat Pendidikan dalam kebijakan PPK.

Menurutnya, ajaran Ki Hajar Dewantara ini benar dan penting bagi penguatan karakter generasi muda.

“Perlu ada sinkronisasi nilai antara orang tua, keluarga, masyarakat dan sekolah,” jelasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas