KPAI Minta Presiden Cepat dan Tegas Atasi Kontroversi Kebijakan 5 Hari Sekolah
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyatakan sikap atas polemik aturan 5 hari sekolah (full day school).
Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyatakan sikap atas polemik aturan 5 hari sekolah (full day school).
KPAI telah mempelajari kebijakan Permendikbud Nomor 23 Tahun 2017 dan menghasilkan beberapa poin.
Ada 7 poin disampaikan di kantor KPAI di kawasan Menteng, Jakarta, Selasa (15/8/2017).
Pertama, kebijakan penyeragaman 5 hari sekolah bertentangan dengan UU Nomor 20 Tahun 2003 yang menegaskan masing-masing sekolah atau madrasah memiliki otonomi penuh untuk mengatur atau memilih model masing-masing sekolah termasuk lama belajar
Kedua, di berbagai daerah di Indonesia memiliki otonomi penuh untuk mengelola sistem pendidikan sesuai khas kedaerahan, lebih utama pada kebutuhan tumbuh kembang anak.
Ketiga, kebijakan penyeragaman 5 hari sekolah atau 40 jam per minggu berpotensi melanggar UU Perlindungan Anak.
Baca: Krisna Mukti Sebut Full Day School Tidak Cocok Diterapkan di Indonesia
Keempat, KPAI mendorong partisipasi aktif orangtua dan masyarakat untuk menciptakan kondisi dan kultur pendidikan yang ramah anak.
Kelima, mendorong pemerintah untuk berkonsentrasi memenuhi 8 (delapan) standar nasional pendidikan sehingga pemerataan fasilitas, sarana dan prasarana, pendidik yang berkualitas dan ramah anak dapat terpenuhi.
Keenam, Terkait demo full day school yang viral yang melibatkan santri di suatu daerah di Jawa Timur.
"Diduga diwarnai oleh ujaran kebencian, KPAI belum memantau lokasi langsung dan akan mendalami kebenaran video tersebut," ujar Susanto, Ketua KPAI.
Ketujuh, Presiden perlu mengambil langkah cepat dan tepat atas kontroversi kebijakan 5 hari sekolah.
"Presiden segera mengambil langkah semata-mata untuk kepentingan terbaik bagi anak, dan menjaga dampak negatif dari kontroversi kebijakan," tambah Susanto.