Di Australia Media Sosial Sisihkan Keuntungan Untuk Didik Masyarakat, Bagaimana di Indonesia ?
Perusahaan Media Sosial tidak bisa berlindung dan lepas tangan dengan maraknya penyebaran berita bohong atau hoax.
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Adi Suhendi
Laporan wartawan Tribunnews.com, Eri Komar Sinaga
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perusahaan Media Sosial tidak bisa berlindung dan lepas tangan dengan maraknya penyebaran berita bohong atau hoax.
Pemilik media sosial tidak bisa berdalih tidak bisa mengontrol lalu lintas informasi karena pemilik akun di media sosialnya jumlahnya sangat banyak hingga miliaran.
Di Australia, perusahaan media sosial menyisihkan keuntungannya untuk dana pendidikan masyarakat.
Masyarakat dididik cara menggunakan media sosial yang benar.
Baca: Tanggulangi Hoax, Indonesia Harus Menempatkan Perusahaan Media Sosial Sebagai Subyek Hukum
"Di Australia, perusahaan media sosial harus menyisihkan sebagian keuntungannya untuk mendidik masyarakat bagaimana menggunakan medsos dengan wise (bijak), menggunakan smartphone dengan smart (pintar)," kata Direktur Indonesia New Media Watch Agus Sudibyo saat diskusi bertajuk 'Senacen dan Wajah Medsos Kita' di Cikini, Jakarta, Sabtu (26/8/2017).
Begitu juga mengenai adanya serbuan hoax.
Agus mengungkapkan negara-negara di belahan bumi lainnya telah menerapkan langkah serupa yakni memintai pertanggungjawaban media sosial.
Saat pemilihan presiden di Amerika Serikat, akhir tahun lalu, Facebook dipersoalkan karena membiarkan penyebaran berita hoax.
Baca: Eggi Sudjana: Jadi Tidak Perlu Lagi Panggil-panggil Saya, Periksa Saya
Agus mengungkapkpan kedua belah pihak, baik Partai Demokrat dan Republik, sama-sama menggunakan hoax untuk menyerang lawannya.
"Itu pihak yang dipersoalkan penyebab kekalahan Hillary (Clinton) adalah bukan orang yang bikin hoax. Tapi facebook-nya yang dipersoalkan kenapa Facebook biarkan ruang publik dunia maya ini penuh dengan kebohongan, kebencian dan lain-lain," kata dia.
Agus meminta agar Indonesia juga menerapkan hal yang serupa.
Bagaimana pun, kata dia, media sosial tersebut telah mengeruk keuntungan yang sangat besar bahkan karena 'rating'nya naik karena popularitas hoax.
Baca: Polisi: Saracen Bajak Akun Medsos Yang Punya Pengikut Banyak
Sekadar informasi, polisi membongkar sindikat penyebar ujaran kebencian atau hate speech dan SARA melalui media sosial, Saracen.
Polisi telah menangkap tiga orang dan ditetapkan sebagai tersangka.
Mereka adalah Jasriadi (32) yang berperan sebagai ketua, Muhammad Faizal Tanong (43) sebagai koordinator bidang media dan informasi, serta Sri Rahayu Ningsih (32) sebagai koordinator grup wilayah.