Divonis 8 Tahun, Patrialis Akbar Berupaya Tetap Tegar
Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta memvonis Patrialis Akbar hukuman berupa pidana penjara selama delapan tahun
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Patrialis Akbar, berupaya tetap tegar menjalani hukuman terkait kasus suap dari pengusaha importir daging sapi, Basuki Hariman, terkait uji materi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Kesehatan Hewan Ternak.
Pada Senin (4/9/2017), Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta memvonis Patrialis Akbar hukuman berupa pidana penjara selama delapan tahun dan denda sebesar Rp 300 juta subsider tiga bulan kurungan.
Selain itu, majelis hakim juga menjatuhkan hukuman tambahan berupa uang pengganti. Patrialis diwajibkan membayar uang pengganti 10.000 dollar AS dan Rp 4.043.000, atau sama dengan jumlah suap yang diterima.
Dukungan dari istri, Sufriyeni, anak-anak, dan teman memotivasi mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia itu bangkit dari keterpurukan. Dia menilai hukuman pidana penjara yang akan dijalani sebagai cobaan dari Tuhan Yang Maha Esa.
"Iya. Pokoknya keluarga tetap mendukung. Apapun yang saya lakukan keluarga mendukung," tutur Patrialis Akbar kepada Tribun ditemui di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Jakarta, Senin (4/9/2017).
Praktis di ruang sidang Koesoema Atmadja PN Tipikor Jakarta, tempat sidang pembacaan putusan digelar, dipadati pihak keluarga maupun kerabat dari Patrialis Akbar. Para laki-laki memakai baju koko dan celana kain. Sedangkan, para wanita memakai pakaian tertutup dan jilbab syar'i.
Sufriyeni didampingi anaknya duduk di barisan terdepan berada di belakang pria berusia 58 tahun itu. Sebelum persidangan dimulai, pria kelahiran Padang, Sumatera Barat itu, terlihat membaca doa dari telepon genggam, didampingi istrinya. Beberapa kali, mereka saling berkomunikasi.
Sidang pembacaan putusan dimulai sekitar pukul 11.00 WIB. Selama persidangan, Sufriyeni, memperhatikan suaminya. Setelah ketua majelis hakim, Nawawi Pamulango, membacakan putusan, yang menyatakan suaminya bersalah, wanita memakai kacamata itu coba ditenangkan saudara-saudaranya dengan cara merangkul.
Selesai persidangan, Patrialis Akbar sempat menemui istrinya. Dia memilih untuk keluar tidak melalui pintu yang biasa dipergunakan oleh para terdakwa melainkan keluar dari pintu yang dipergunakan para pengunjung sidang.
Ekspresi datar diperlihatkan mantan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) itu. Dia berjalan santai menuju ke lantai bawah tanah gedung PN Tipikor Jakarta, tempat di mana diparkir kendaraan tahanan. Ekspresi wajah Patrialis Akbar berbeda dengan Sufriyeni yang matanya terlihat berkaca-kaca.
Pihak keluarga mencoba menenangkan Sufriyeni. Namun, mereka masih terkejut mendengar putusan dari majelis hakim itu sehingga tidak dapat memberikan tanggapan. "Saya tidak bisa mengungkapkan apa-apa," ujar salah satu wanita.
Selama persidangan berlangsung, Patrialis Akbar, mengaku sudah berusaha menjelaskan dan melakukan pembelaan dengan berbagai macam argumentasi sesuai fakta-fakta persidangan. Dia merasa tidak bersalah, tetapi majelis hakim memutuskan bersalah.
Atas putusan itu, dia tidak mau memberikan penilaian terhadap putusan hakim karena ini adalah otoritas hakim untuk memutuskan. Dia menyerahkan kepada masyarakat untuk menilai keadilan dari putusan tersebut.
"Supaya rakyat Indonesia mengetahui saya tidak makan uang negara. Saya tidak makan uang fakir-miskin tidak makan uang bansos dan tidak makan uang rakyat. Anda bayangkan orang-orang yang makan uang negara yang telah mengembalikan uang negara puluhan miliar atau bahkan ada juga yang ratusan miliar berapa hukumannya. Coba anda komparasi sendiri secara akal sehat," kata dia.