Arsenik Rasa 'Orange Juice' Untuk Munir
Hari ini, Kamis (7/9/2017), 13 tahun lalu, aktivis Hak Asasi Manusia (HAM), Munir Said Thalib, tewas saat menumpangi pesawat Garuda Indonesia
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hari ini, Kamis (7/9/2017), 13 tahun lalu, aktivis Hak Asasi Manusia (HAM), Munir Said Thalib, tewas saat menumpangi pesawat Garuda Indonesia nomor penerbangan GA974, dalam perjalanannya menuju Amsterdam, Belanda. Ia diduga tewas setelah menenggak minuman yang ditaburi racun arsenik.
Hingga saat ini, memang belum diketahui fakta yang mengungkap secara pasti mengenai kronologi kematian Cak Munir. Namun, sejumlah dugaan menyebut bahwa suami dari Suciwati itu diracun dalam perjalanan Jakarta-Singapura, atau bahkan saat berada di Singapura.
Dilansir dari dokumen Harian Kompas yang terbit pada 8 September 2004, indikasi bahwa Munir diracun memang terlihat setelah pesawat lepas landas meninggalkan Bandara Changi yang menjadi tempat transitnya.
Tidak lama setelah hasil autopsi keluar, pengusutan terhadap kasus pembunuhan Munir pun dilakukan. Dalam perjalanannya, kemudian muncul nama pilot Garuda Indonesia, Pollycarpus Budihari Priyanto, sebagai orang yang dianggap sebagai pelaku pembunuh Munir.
Pengadilan sudah menjatuhkan vonis 14 tahun penjara terhadap Pollycarpus, yang saat peristiwa itu terjadi disebut sedang cuti.
Namun, sejumlah fakta yang terungkap memperlihatkan sejumlah kejanggalan yang belum terungkap, termasuk yang diperlihatkan dalam film dokumenter Garuda's Deadly Upgrade (2005) yang diproduksi jurnalis Australia David O'Shea dan jurnalis Indonesia Lexy Rambadeta.
Pilot yang berafiliasi dengan pejabat BIN itu akhirnya dipenjara, dan kini sudah bebas. Namun apa alasan sebenarnya sampai Munir harus dibunuh, dan siapa di belakang Pollycarpus, sampai saat ini tidak terungkap.
Padahal seiring dengan proses hukum yang ditangani oleh Bareskrim Mabes Polri, Presiden Susilo Bambang Yudoyono yang resmi menjabat 13 hari setelah Munir tewas, juga menggagas Tim Pencari Fakta (TPF). Sampai SBY lengser dan digantikan oleh Joko Widodo, laporan dari TPF tidak pernah dideklarasikan oleh pemerintah.
Bekas Sekretaris Tim Pencari Fakta (TPF) kasus meninggalnya Munir, menyebut ada tiga lokasi yang diduga menjadi tempat Munir menenggak racun. Pertama di dalam pesawat, saat pesawat masih berada di Bandara Soekarno, di mana korban menenggak Orange Juice, saat penerbangan di mana korban mengkonsumsi Mie Goreng, dan di Coffee Bean, Bandara Changi, di mana korban terlihat mengkonsumi minuman.
"Bisa jadi Munir di racun di semua tempat itu, sehingga operasi itu betul--betul tidak mengalami kemungkinan sekecil apapun untuk kegagalan," ujarnya saat dihubungi.
Dikutip dari putusan Mahkamah Agung (MA) nomor 133 PK/Pid/2011 yang membebaskan Pollycarpus, diketahui laki-laki kelahiran Solo tahun 1961 itu memang sudah mengincar Munir. Ia bahkan sempat menelepon istri Munir, Suciwati, untuk memastikan jadwal penerbangan Munir, lalu mengubah jadwal pribadinya, agar bisa satu penerbangan dengan korban.
Pertamakali Pollycarpus menyapa Munir adalah di koridor yang menghubungkan ruang tunggu Bandara Soekarno-Hatta, dengan pintu pesawat, saat keduanya hendak masuk ke dalam pesawat. Ia bertanya ke Munir, di mana sang aktivis HAM yang kerap muncul di media massa itu duduk, dan dijawab oleh Munir, kursinya ada di kelas ekonomi nomor 40 G.
Dalam perjalanan menuju pesawat, Pollycarpus menjelaskan bahwa kursi 40 G ada di bagian belakang pesawat. Ia kemudian menawarkan ke Munir untuk duduk di kursinya, di kelas bisnis nomor 3 K, dan tawaran tersebut disambut baik oleh Munir. Keduanya lalu beranjak ke kelas bisnis.
Di dalam pesawat Pollycarpus memberitahukan perubahan nomor kursi Munir ke kepala kru kabin atau purser, Brahmanie Hastawati. Perempuan tersebut lalu menyambangi Munir, dan menyapanya, lalu mempersilakan Munir duduk.