''Tuhan Tidak Perlu Dibela, Walaupun juga Tidak Menolak Dibela''
Artikel tersebut menuturkan kisah Sarjana X yang baru menamatkan studi di luar negeri dan pulang ke tanah air.
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tokoh Nahdlatul Ulama (NU) Abdurrahman Wahid atau akrab disapa Gus Dur pernah menulis sebuah artikel yang menjadi bahan perbincangan dan diskusi hingga saat ini.
Artikel berjudul 'Tuhan Tidak Perlu Dibela' yang ia tulis itu diterbitkan oleh Tempo pada 28 Juni 1982, kemudian menjadi judul buku kumpulan tulisan Gus Dur.
"Islam perlu dikembangkan, tidak untuk dihadapkan kepada serangan orang. Kebenaran Allah tidak akan berkurang sedikit pun dengan adanya keraguan orang. Maka ia pun tenteram. Tidak lagi merasa bersalah berdiam diri," tulis Gus Dur di bagian akhir artikelnya.
"Tuhan tidak perlu dibela, walaupun juga tidak menolak dibela. Berarti atau tidaknya pembelaan, akan kita lihat dalam perkembangan di masa depan," kata dia.
Artikel tersebut menuturkan kisah Sarjana X yang baru menamatkan studi di luar negeri dan pulang ke tanah air.
Delapan tahun ia tinggal di negara yang tak ada orang muslimnya sama sekali. Di sana juga tak ada satu pun media massa Islam.
X terkejut ketika kembali ke tanah air. Di mana saja ia berada, selalu dilihatnya ekspresi kemarahan orang muslim.
Dalam khotbah Jum'at yang didengarnya seminggu sekali. Dalam majalah Islam dan pidato para mubaligh dan da'i.
Akhirnya X mendapatkan jawaban atas fenomena tersebut dari seorang guru tarekat. Dari situ ia memperoleh kepuasan.
Jawabannya ternyata sederhana saja. "Allah itu Maha Besar. Ia tidak perlu memerlukan pembuktian akan kebesaran-Nya. Ia Maha Besar karena Ia ada. Apa yang diperbuat orang atas diri-Nya, sama sekali tidak ada pengaruhnya atas wujud-Nya dan atas kekuasaan-Nya," tulis Gus Dur.
Dengan mengutip perkataan tokoh Sufi Al-Huwiri, Gus Dur mengungkapkan, bila engkau menganggap Allah ada karena engkau merumuskannya, hakikatnya engkau menjadi kafir.
Allah tidak perlu disesali kalau ia "menyulitkan" kita. Juga tidak perlu dibela kalau orang menyerang hakikat-Nya.
Yang ditakuti berubah adalah persepsi manusia atas hakikat Allah, dengan kemungkinan kesulitan yang diakibatkannya.
Jika mengikuti jalan pikiran kiai tarekat itu, kata Gus Dur, informasi dan ekspresi diri yang dianggap merugikan Islam sebenarnya tidak perlu ditanggapi.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.