Panglima TNI Jelaskan Kenapa Pembelian Sukhoi SU - 35 Harus Segera Terealisasi
Proses negosiasi pembelian 11 unit pesawat tempur Sukhoi SU - 35 masih terus dilakukan, antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah Rusia.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Proses negosiasi pembelian 11 unit pesawat tempur Sukhoi SU - 35 masih terus dilakukan, antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah Rusia.
Panglima TNI Jendral Gatot Nurmantyo berharap proses negosiasi itu bisa segera rampung dan pembelian bisa terealisasi.
Ia menyebut 11 unit pesawat tempur buatan Russia itu akan menggantikan pesawat F - 5 Tiger yang sudah sekitar 18 bulan lalu dipensiunkan karena faktor usia.
Alhasil para prajurit TNI AU di Skuadron 14 yang menjadi rumah pesawat tersebut, mulai dari teknisi dan pilotnya, menjadi tidak efektif.
"TNI sudah menunggu kurang lebih delapan belas bulan, kita punya satu skuadron yang tidak beroperasional sama seklalli, kasihan penerbangnya. Satu tahun saja tidak terbang, dia harus berlatih kurang lebih empat bukan, sekarang bayangkan kalau sudah delapan belas bulan," ujar Gatot Nurmantyo kepada wartawan di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Jumat (8/9/2017).
Baca: Menteri Perdagangan Bantah Kerupuk Dibarter dengan Sukhoi Rusia
Panglima TNI mengaku percaya pihak Kementerian Pertahanan dan Kementerian Perdagangan yang mengurus pembelian 11 unit pesawat tersebut, diisi oleh orang - orang yang cinta TNI, dan memahami permasalahan di TNI.
Gatot Nurmantyo mengaku percaya, para pejabat di kedua lembaga tersebut akan berupaya maksimal agar pembelian bisa terealisasi.
"Mudah-mudahan departemen pertahanan dan kementerian perdagangan, mencintai TNI, dengan cepat mewujudkannya," tutur Panglima TNI.
Seperti yang diberitakan sebelumnya, pemerintah tidak hanya sekedar membeli 11 unit pesawat yang per unitnya dibandrol sekitar 90 juta dollar Amerika Serikat (AS), namun juga membangun pabrik suku cadang pesawat tersebut di Indonesia.
Pesawat canggih generasi 4 + itu setengahnya akan dibayar dengan komoditas.
Menteri Pertahanan, Ryamizard Ryacudu pada 22 Agustus lalu, menyebut setelah terjalin kesepakatan antara Indonesia dan Russia terkait skema pembayaran, dua tahun setelahnya baru pesawat tersebut bisa tiba di Indonesia.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.