Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kasus Suap Bupati Batubara Pakai Modus Lama

Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi Basaria Pandjaitan memastikan kasus dugaan suap yang melibatkan Bupati Batubara menggunakan modus lama.

Penulis: Amriyono Prakoso
Editor: Dewi Agustina
zoom-in Kasus Suap Bupati Batubara Pakai Modus Lama
Tribunnews.com / THERESIA FELISIANI
KPK menetapkan Bupati Batubara OK Arya Zulkarnain (OKA) sebagai tersangka kasus suap terkait proyek pembangunan infrastruktur di lingkungan Kabupaten Batubara tahun anggaran 2017. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Basaria Pandjaitan memastikan kasus dugaan suap yang melibatkan Bupati Batubara menggunakan modus lama.

Modus suap ini kerap digunakan sejumlah kepala daerah yang berhasil dibekuk dalam operasi tangkap tangan (OTT) KPK.

"Ini modus sudah lama, banyak kepala daerah yang menjadi tahanan, memakai modus ini juga," kata Basaria Pandjaitan di kantor KPK, Jakarta, Kamis (14/9/2017).

Ia menjelaskan, modus lama yang kerap digunakan sejumlah kepala daerah itu memanfaatkan sistem teknologi informasi yang terbilang canggih.

"Lelang elektroniknya benar, tapi secanggih apapun alatnya, yang buat manusia juga," kata dia.

KPK telah menetapkan lima orang tersangka dalam kasus suap proyek jembatan dan betonisasi di Kabupaten Batubara, Sumatera Utara.

Baca: Saya Minum Tiga Butir PCC Rasanya Tenang Kaya Terbang, Pas Sadar Sudah Ada di RSJ

BERITA TERKAIT

Basaria mengemukakan, lima orang tersangka itu, dua di antaranya adalah Bupati Batubara, OK Arya Zulkarnaen (OK) dan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Pemda, HH.

Kedua tersangka tersebut diduga menerima komitmen fee senilai Rp 4,4 miliar dari tiga proyek pembangunan yang dimenangkan oleh kontraktor MAS dan SAZ dengan nilai total Rp 44 miliar.

Bupati Batubara OK Arya Zulkarnaen (kemeja putih) dikawal petugas ketika terjaring OTT KPK, di Mapoldasu, Medan, Sumut, Rabu (13/9/2017). OK Arya Zulkarnaen bersama enam orang diantara pejabat Pemerintahan Batubara dan pengusaha tersebut terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh KPK terkait pengurusan sejumlah proyek.Tribun Medan/Azis Husein
Bupati Batubara OK Arya Zulkarnaen (kemeja putih) dikawal petugas ketika terjaring OTT KPK, di Mapoldasu, Medan, Sumut, Rabu (13/9/2017). OK Arya Zulkarnaen bersama enam orang diantara pejabat Pemerintahan Batubara dan pengusaha tersebut terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh KPK terkait pengurusan sejumlah proyek.Tribun Medan/Azis Husein (TRIBUN MEDAN/Azis Husein)

"Nilai yang diterima ini 10 persen dari total tiga proyek pembangunan. Dua pembangunan jembatan Sentang dan Sembanggung, satu proyek beton jalan," jelasnya.

Ia mengemukakan, semula tersangka atas nama MAS meminjam perusahaan PT GMJ dan PT T demi mengikuti tender.

Usai berhasil meminjam dua perusahaan tersebut, MAS melobi Bupati Batubara. Ia menjanjikan dana suap sebesar 10 persen dari nilai proyek.

Uang suap lalu meluncur ke rekening STR, pemilik dealer mobil yang juga orang kepercayaan Bupati Batubara.

STR kemudian mencairkan dana kepada OK bila diperlukan.

Dari tangan STR, KPK mendapatkan uang sebesar Rp 250 juta. Dana tersebut yang ditaruh di kantong kresek untuk segera diberikan kepada OK melalui KHA.

Saat berada di Kantor Kabupaten Batubara, KPK melakukan penangkapan terhadap OK dan MNR yang merupakan sopir dari istri OK. Saat itu, KPK pun menemukan uang sebanyak Rp 96 juta.

"Totalnya Rp 346 juta yang kami dapatkan di TKP. Hanya saja, di rekening STR, masih ada dana tersisa sebanyak Rp 1,6 miliar," urainya.

Komisioner KPK lainnya, Alexander Marwata mengatakan lembaga antirasuah itu, tidak ingin kantor-kantor bupati pindah ke gedung KPK.

Ia berharap, seluruh aparat pemerintah daerah, bertindak bersih dan profesional dari segi apapun, termasuk pelelangan yang sudah dilakukan secara elektronik.

"Kami tidak ingin kantor bupati pindah semua ke Kuningan. Jangan ada lagi kongkalikong dan kolusi antara kepala daerah dengan pengusaha. Percuma saja kalau sistemnya bagus, tetapi masih sekongkol, pasti jebol juga," tegasnya.

Ia menilai, peran Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) harus dikuatkan. Pasalnya, selama ini anggota APIP selalu diangkat dan ditunjuk oleh Kepala Daerah atas dasar suka dan tidak suka.

KPK pun telah meminta Kementerian Dalam Negeri dan instansi lain untuk mengubah reposisi anggota APIP agar tidak lagi ditunjuk oleh kepala daerah.

"Kalau kepala daerahnya benar, aparat juga benar, tapi kalau tidak kan, suka-suka mereka untuk angkat anggota APIP," katanya.

Selain itu, Alexander mengatakan juga perlu adanya jenjang karier dan rekam jejak yang baik untuk memilih anggota pengawas internal pemerintah tersebut.

Jika perlu, dilakukan audit terhadap anggota APIP dari pelbagai lembaga audit seperti BPKP.

Bukan hanya itu, dia menjelaskan, sebaiknya ada sanksi yang diberikan kepada Kejaksaan Negeri dan juga Kapolres setempat, apabila kepala daerah melakukan tindak pidana korupsi.

Hal ini ditujukan untuk memberi efek jera.

"Paling tidak, ini akan menakutkan bupatinya. Kajari dan kapolres kena sanksi kalau ada yang melakukan tindak pidana. Selama ini kan diberi kompensasi. Pengawasan di daerah harus bisa berjalan secara baik," kata Alexander. (tribunnews/rio)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas