Penyuap Bupati Batubara Gunakan Modus Pinjam Perusahaan Lain
Dalam perkara ini, OK Arya diduga menerima suap sebesar Rp 4,4 miliar dari dua kontraktor, Syaiful Azhar dan Maringan Situmorang.
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Bupati Batubara, OK Arya Zulkarnaen sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait sejumlah proyek infrastruktur di lingkungan Pemkab Batubara.
Dalam perkara ini, OK Arya diduga menerima suap sebesar Rp 4,4 miliar dari dua kontraktor, Syaiful Azhar dan Maringan Situmorang.
Baca: Puslabfor Polri Jelaskan ke Pansus Angket Rekaman OTT KPK di Gedung BPK Tidak Dimanipulasi
Masing-masing terkait proyek pembangunan Jembatan Sentang senilai Rp32 miliar yang dimenangkan oleh PT Gunung Mega Jaya dan proyek pembangunan Jembatan Sei Magung senilai Rp12 miliar yang dimenangkan PT Tombang serta proyek betonisasi jalan Kecamatan Talawi senilai Rp3,2 miliar.
Wakil Ketua KPK, Basaria Panjaitan mengatakan ketiganya bersama dengan Kepala Dinas PUPR Kabupaten Batubara Helman Hendardi diduga telah mengatur proyek infrastruktur yang telah menerapkan sistem e-procurement.
Dimana kedua kontraktor yakni Syaiful Azhar dan Maringan Situmorang diduga menyewa atau meminjam bendera perusahaan lain agar dapat ikut memenangkan proses lelang.
Baca: OTT di Banjarmasin, Penyidik KPK Langsung Lakukan Pemeriksaan Terduga Pelaku
"Sementara dari hasil pemeriksaan memang (perusahaannya) tidak murni milik kontraktor MAS (Maringan Situmorang). Tidak murni punya dia, ada yang sewa, jadi pinjam nama. Ada beberapa perusahaan diatur sedemikian rupa sehingga pemenangannya tetap saja menjadi MAS," terang Basaria, Jumat (15/9/2017).
Basaria menjelaskan modus operandi "pinjam nama perusahaan" tidak hanya terjadi di Kabupaten Batubara saja meski telah menggunakan sistem e-procurement untuk mencegah korupsi.
"Kenapa (sudah e-procurement) masih terjadi suap? Ya karena, secanggih apapun alat itu tapi yang mengendalikan manusia juga," tegasnya.
Lebih lanjut Wakil Ketua KPK lainnya, Alexander Marwata menuturkan, saat ini hampir seluruh proses pengadaan barang dan jasa di instansi pemerintahan telah melalui sistem online. Namun, 80 persen kasus korupsi justru menyangkut pengadaan barang dan jasa.
"Kenapa masih terjadi (korupsi)? Karena sebagus apapun sistem kalau didalamnya kolusi, ya jebol juga," singkat Alex.
Menurut Alex, selain kongkalikong antara penyedia barang dan jasa dengan pihak perserta lelang, persekongkolan juga mungkin terjadi antar perusahaan yang ikut lelang.
Dimana tidak menutup kemungkinan para pihak swasta itu mengikuti proses lelang hanya sekadar formalitas seolah lelang tersebut diikuti banyak peserta.
Padahal, antara pihak swasta sudah membagi proyek-proyek yang akan mereka garap. Selain itu, korupsi akan berjalan semakin mulus jika sudah ada kesepakatan dengan pejabat terkait.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.