Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Wacana KPK Terbitkan Sprindik Baru Setnov, Praktisi: Itu Melawan Hukum

Untuk itu, KPK tidak bisa menetapkan kembali SN sebagai tersangka, karena berlawanan dengan aturan hukum.

Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in Wacana KPK Terbitkan Sprindik Baru Setnov, Praktisi: Itu Melawan Hukum
Capture Youtube
Ketua DPR Setya Novanto 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Praktisi hukum pidana Fredrich Yunadi menilai jika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerrbitkan sprindik baru terhadap putusan praperadilan Setya Novanto, maka dapat dianggap melawan putusan hukum sehingga dapat dipidanakan.

Fredrich mengatakan, putusan dari praperadilan adalan putusan hukum atau penegakan hukum yang dimana putusan praperadilan adalah putusan yang tidak bisa dikasasi dan di PK.

"Itu kan sudah inkrah berlaku seketika dan mengikat semua pihak. Berarti mereka bisa kita jerat dengan pasal 216 KUHP. Kita bisa juncto kan dengan pasal 421, tentang penyalahgunaan kekuasaan karena mereka punya kuasa yang mereka gunakan. itu ancamannya 7 tahun," kata Fredrich saat dihubungi wartawan, Sabtu (30/9/2017).

"Jadi penyidik bisa lakukan penangkapan dan bisa kita periksa. Semua yang mengeluarkan sprindik nya siapa, termasuk Dirdiknya, termasuk komisionernya, lima-lima nya bisa dijerat semua dan itu harus. Itu karena ‎penegakan hukum," tambahnya.

Dia pun mengingatkan agar KPK tidak bermain-main dalam memproses suatu kasus. Kasus yang sudah diputus pengadilan, tidak bisa dibuat sprindik baru. Jika KPK menerbitkam sprindik baru, maka dapat diproses hukum.

"Ya langsung kita akan lapor dan minta polisi lakukan penangkapan. Harus diusut karena itu pelanggaran hukum berat pasal 216 dan 421. ‎pasal itu sangat kuat. Tidak benar kalau KPK berani, itu wajib kita usut," ujarnya.

Untuk itu, KPK tidak bisa menetapkan kembali SN sebagai tersangka, karena berlawanan dengan aturan hukum.

Berita Rekomendasi

"Kita sudah punya prosedur dan sudah punya koridornya masing-masing, jadi hormatilah hukum. Kalau dia merasa tidak terima silakan, carikan bukti-bukti yang lain yang bukan kasus E-KTP. Karena dalam kasus e-KTP tidak berhak. Seseorang tidak bisa diperiksa dua kali meski belum sampai di pokok perkara," tandasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
×

Ads you may like.

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas