Guru Besar UI: Tidak Ada Bukti Baru yang Bisa Jadikan Novanto Tersangka
Burhanuddin mengatakan, penerbitan sprindik baru membutuhkan dua alat bukti permulaan yang baru.
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Guru Besar Universitas Indonesia (UI) Prof Burhanudin Djabir Magenda menyatakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak bisa menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) baru untuk menetapkan Setya Novanto kembali menjadi tersangka dalam kasus e-KTP.
Burhanuddin mengatakan, penerbitan sprindik baru membutuhkan dua alat bukti permulaan yang baru.
Sementara itu, Hakim Cepi Iskandar dalam putusannya menyatakan bukti-bukti dari perkara sebelumnya tak bisa digunakan kembali dalam kasus Novanto.
"Butuh dua alat bukti baru. Bukti yang sebelumnya sudah tidak dapat digunakan atau tidak ada lagi," kata Burhanudin usai menjenguk Novanto di Rumah Sakit Premier Jatinegara, Jakarta Timur, Senin (2/10/2017).
Dalam pertimbangannya, hakim tunggal praperadilan Cepi Iskandar menyinggung soal surat perintah penyidikan untuk Novanto. Surat bernomor Spring.Dik-56/01/07/2017 tertanggal 17 Juli 2017 itu tidak sah.
Tak hanya itu, Cepi juga mengatakan bukti-bukti yang digunakan dalam perkara sebelumnya tidak bisa digunakan untuk menangani perkara selanjutnya.
Menilik dari hasil putusan itu, pria yang juga anggota DPR periode 1999-2004 ini menyebutkan KPK tidak bisa mencari-cari celah kesalahan Novanto.
"Saya kira tidak. Apalagi sudah dieksplore. Praperadilan sudah lengkap, mau dicari apa lagi?" pungkasnya.