Peluru SAGL Yang Dibeli Polri untuk Membubarkan Massa
Ini ada aturan-aturan senjata dari dulu, aturannya tidak singkron, jadi kalau masing-masing memakai Undang Undang sendiri
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sampai pembelian senjata oleh Polri bisa dipermasalahkan, hal itu menurut Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Irjen Pol (purn) Bekto Suprapto, terjadi karea perbedaan tafsir aturan soal pembelian senjata.
Dalam pembelian 280 pucuk senjata Arsenal Stand Alone Grenade Launcher (SAGL), dan 5.932 butir peluru, yang dipermasalahkan oleh Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI, menurutnya Polri mengacu pada Undang-Undang (UU) nomor 8 tahun 1948, UU darurat nomor 12 tahun 1951 dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) nomor 20 tahun 1960. Ternyata acuan tersebut, dianggap tidak tepat
"Ini ada aturan-aturan senjata dari dulu, aturannya tidak singkron, jadi kalau masing-masing memakai Undang Undang sendiri yang menurut presepsinya sendiri, itu kan tidak benar," ujarnya kepada wartawan, di kantor Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenkopolhukam), Jakarta Pusat, Jumat (6/10/2017).
Diantara 5.932 butir peluru yang dibeli Polisi, di antaranya adalah peluru yang dikategorikan sebagai peluru tajam, yang akhirnya diputuskan untuk dititipkan di Mabes TNI. Sejatinya menurut Bekto Suprapto, peluru SAGL tajam, adalah senjata yang boleh digunakan oleh Polri, sesuai aturan yang ada.
Baca: PP Muhammdiyah Terbitkan Buku Bulan Sabit Terbit di Atas Pohon Beringin
"Datang ke Kompolnas, saya jelaskan, Polisi-Polisi di dunia juga pakai senjata (standar) militer, bahkan ada aturan di PBB, bukan hanya di Indonesia, PBB (juga) mengatur, yang katanya Polisi cuma pake pentungan, nanti saya lihatkan, bagaimana Polisi di Inggris juga membawa AK (47)," katanya.
Informasi yang diperoleh Tribunnews.com, peluru tajam yang akan dititpkan ke Mabes TNI, adalah peluru kaliber 40 x 46 milimeter standar militer yang kerap disebut sebagai geranat.
Peluru tersebut dibuat untuk meledak seperti granat pada umumnya, setelah ditembakan dari senjatanya. Bekto Suprapto menyebut peluru itu, bukan digunakan untuk membunuh.
"Itu untuk melumpuhkan. Itu kalau ditembakan sudut empat puluh lima derajat, itu jangkauannya hanya delapan puluh meter, itu hanya untuk membubarkan orang saja, bisa dicoba itu, tidak ada masalah," ujarnya.