Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

JPPR Desak KPU Cabut Peraturan yang Wajibkan Sipol sebagai Instrumen Verifikasi

Kewajiban penerapan Sipol tersebut diatur dalam PKPU Nomor 11 Tahun 2017.

Editor: Hasanudin Aco
zoom-in JPPR Desak KPU Cabut Peraturan yang Wajibkan Sipol sebagai Instrumen Verifikasi
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Pelajar Sekolah Menengah Cikal Amri Cipayung melakukan simulasi Pemilu saat mengunjungi Gedung Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Jakarta, Kamis (19/1/2017). Kewajiban untuk mengisi data partai pada Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) KPU RI sebagai syarat untuk bisa mendaftar sebagai calon peserta Pemilu 2019 memiliki kelemahan hukum. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kewajiban untuk mengisi data partai pada Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) KPU RI sebagai syarat untuk bisa mendaftar sebagai calon peserta Pemilu 2019 memiliki kelemahan hukum.

Kewajiban penerapan Sipol tersebut diatur dalam PKPU Nomor 11 Tahun 2017.

"Legitimasi atas penggunaan Sipol masih dipertanyakan/diragukan. Karena Sipol tidak diatur/dimuat dalam UU No. 7 Tahun 2017. Faktanya KPU menjadikan Sipol sebagai syarat wajib," jelas Kornas Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Sunanto, Rabu (11/10/2017).

Sipol adalah proses pengumpulan data administrasi partai politik yang dibutuhkan untuk bahan verifikasi sebagai peserta pemilu.

Langkah KPU dalam memunculkan Sipol sebagai upaya untuk menertibkan sistem administrasi partai politik.

Selain itu Sipol dapat mendeteksi kegandaan dalam partai politik dan antar partai politik dan pengurus partai yang tidak memenuhi syarat (TNI,Polri, ASN, dibawah 17 Tahun dan belum menikah).

Tahapan verifikasi menerapkan Sipol sebagai instrumen verifikasi bukan sesuatu yang baru. Pada pemilu 2014 sudah diberlakukan namun tidak bersifat wajib.

Berita Rekomendasi

Lebih jauh Sunanto menegaskan penerapan KPU tersebut bisa saja dinilai sebagai langkah berkemajuan. Namun perlu diingat bahwa KPU harus bekerja sesuai dengan perintah Undang-undang. Sipol yang diterapkan KPU jelas berpotensi menyalahi aturan perundang-undangan.

"Sistem yang berupaya mempermudah dalam melakukan verifikasi tidak boleh menerobos sistem yang berlaku dan memberatkan peserta pemilu dalam melakukan pendaftaran sebagai peserta pemilu. Selain sistem Sipol tidak ada payung hukumnya, juga tidak dapat diakses publik sehingga melemahkan partisipasi publik dalam verifikasi parpol yang berpotensi adanya kongkalikong antara calon peserta pemilu dan peyelenggara," tegasnya.

Sementara Bawaslu sendiri, dia menambahkan, sampai saat ini belum memiliki Perbawaslu yang mengatur bagaimana cara mengawasi verifikasi parpol. Hal ini menunjukkan Bawaslu lalai dalam hal pengawasan terkait terbitnya PKPU tentang Sipol.

"Selain itu Bawaslu dinilai tidak menjalankan tugas utama sebagai lembaga pengawas pemilu. Tahapan sudah berjalan namun Bawaslu belum mempunyai pedoman pengawasan dalam hal ini Perbawaslu yang mengatur tentang tahapan pendaftaran, verifikasi, dan penetapan partai politik peserta pemilu. Tentu kita sebagai masyarakat sipil berhak bertanya, bagaimana mungkin sebuah lembaga pengawas pemilu bisa menjalankan tugas pengawasan kalau peraturan bawaslu belum ditetapkan," katanya mempertanyakan.

Karena itu, JPPR mendesak KPU harus menjalankan tugas dan fungsinya sesuai dengan peraturan; mencabut peraturan KPU yang mewajibkan Sipol sebagai instrumen verifikasi; dan meminta KPU harus memiliki alternatif mikanisme pendaftaran secara manual.

Kepada Bawaslu, JPPR meminta untuk hadir mengawasi dengan mikanisme dengan prosedur yang benar dan segera menerbitkan Perbawaslu verifikasi parpol.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
×

Ads you may like.

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas