Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Polri Pertimbangkan Bantu DPR Lakukan Pemanggilan Paksa

Kepolisian akan mempertimbangkan untuk membantu Dewan Perwakilan Rakyat ( DPR) jika ada permintaan pemanggilan paksa terhadap institusi tertentu.

Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Polri Pertimbangkan Bantu DPR Lakukan Pemanggilan Paksa
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian (kiri) didampingi Wakapolri Komjen Pol Syafruddin (kedua kiri) mengikuti rapat kerja dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (12/10/2017). Rapat kerja tersebut membahas sejumlah penanganan kasus yang menjadi perhatian publik, khususnya aksi terorisme, korupsi dan peredaran narkoba. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepolisian akan mempertimbangkan untuk membantu Dewan Perwakilan Rakyat ( DPR) jika ada permintaan pemanggilan paksa terhadap institusi tertentu.

Hal itu diungkapkan Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian dalam rapat kerja bersama Komisi III DPR menanggapi pertanyaan dari Ketua Komisi III Bambang Soesatyo.

"Prinsipnya kami akan segera bicarakan, kami pertimbangkan," ujar Tito, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (12/10/2017).

Beberapa hal masih menjadi pertimbangan Polri.

Misalnya, aturan soal pemanggilan paksa tercantum dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3).

Meski demikian, Tito menilai, belum ada hukum acara yang secara jelas mengatur pelaksanaannya. Hal ini juga menimbulkan keragu-raguan dari Kepolisian.

"Apakah hukum acaranya menganut hukum acara KUHAP yang tidak mengenal (pemanggilan paksa) itu atau bisa langsung dipraktikan," ujar mantan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) itu.

Berita Rekomendasi

Baca: Pansus Angket: KPK Jangan Sok Hebat Sendiri

Menanggapi jawaban Kapolri, Anggota Komisi III sekaligus Ketua Pansus Hak Angket KPK, Agun Gunandjar Sudarsa, mengatakan, pemanggilan paksa yang diatur dalam UU MD3 tak masuk dalam ranah hukum pidana dan perdata yang membutuhkan hukum acara.

Menurut dia, terkait ini masuk dalam ranah hukum tata negara sehingga hukum acara termasuk di dalamnya.

Pasal pemanggilan paksa dalam UU MD3, kata Agun, sudah mengatur secara rinci.

"Seperti UU Pemilu, UU Pilkada, UU Kesehatan, UU Pendidikan. Tidak ada hukum acaranya," ujar Agun.

Agun kemudian menyinggung soal Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tidak mau membuktikan keterlibatan sejumlah anggota DPR dalam kasus korupsi.

Hal itu, kata dia, membuat fungsi pengawasan terhadap KPK berjalan tak efektif.

"Ketika fungsi pengawasan biasa tidak efektif bahkan menolak seperti dalam rapat kerja di Komisi III yang sampai dini hari. Itu disampaikan, 'Kalau Anda (KPK) tidak mau menyampaikan sebuah kebenaran karena sejumlah teman-teman kami teraniaya. Terancam nama baiknya. Tolong buktikan''" kata Agun.

"(KPK) tidak mau. Diskors. Kalau enggak, saya gunakan hak angket. Tetap (KPK) tidak mau (sampaikan). Jadi angket terbentuk paripurna di Komisi III. Karena itu hak yang bisa menyelidiki dan ada upaya paksa," lanjut dia.

Oleh karena itu, kata Tito, pihaknya tengah membicarakan hal itu secara internal dan meminta pendapat sejumlah pakar.

Sebab, sejumlah pihak menyampaikan kekhawatiran bahwa Kepolisian sebagai institusi yang netral jangan sampai menimbulkan kecenderungan keberpihakan pada politik-politik tertentu.

"Prinsip kami akan mempertimbangkan dan kami akan sampaikan hasilnya kepada yang kami muliakan pimpinan dan anggota Komisi III," ujar Tito.

Penulis: Nabilla Tashandra
Berita ini telah tayang di Kompas.com dengan judul: Polri Pertimbangkan Bantu DPR Lakukan Pemanggilan Paksa

Sumber: Kompas.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas