Pelayanan Publik Kerap Dikonsepsikan sebagai Layanan Pemerintah
Pelayanan publik masih kerap dikonsepsikan sebagai pelayanan pemerintah yang memonopoli pengaturan, penyelenggaraan, distribusi dan pemantauan.
Editor: Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Salah satu makna penting dari tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) adalah keterlibatan aktor-aktor di luar negara dalam merespon permasalahan publik.
Dalam pelayanan publik, keterlibatan masyarakat sipil dan mekanisme pasar sudah banyak terjadi, sehingga praktik good governance sebenarnya sudah bukan hal yang baru lagi.
Namun demikian pelayanan publik masih kerap dikonsepsikan sebagai pelayanan pemerintah yang memonopoli pengaturan, penyelenggaraan, distribusi dan pemantauan.
"Sedangkan warga pengguna ditempatkan sebagai pengguna yang pasif," kata anggota Ombudsman Republik Indonesia, Ninik Rahayu di Jakarta, Senin (16/10/2017).
Dalam konsep ini, peran warga yang utama hanyalah menggunakan pelayanan publik, yang telah diberikan oleh pemerintah, apapun jenis dan kualitasnya.
Mereka tidak memiliki pilihan mengenai jenis pelayanan, kualitas, kuantitas, dan cara memperolehnya karena semuannya telah ditentukan oleh pemerintah.
Baca: Pengelolaan Perguruan Tinggi Bermasalah, Ombudsman: Presiden Harusnya Tegur Menteri
Masyarakat masih ditempatkan sepenuhnya hanya sebagai pengguna yang pasif dan harus menerima pelayanan piblik sebagaimana adanya.
"Mereka tidak memiliki hak untuk berbicara, kesulitan mengajukan komplain, apalagi ikut memutuskan mengenai apa pelayanan yang diselenggarakan, bagaimana kualitasnya, dan bagaimana pelayanan tersebut seharusnya dilakukan," katanya.
Untuk memperbaharui penyelenggaraan pelayanan publik diperlukan pendekatan baru yakni dengan memperdayakan potensi warga masyarakat dengan cara menjadikan masyarakat ikut mengawasi, melaporkan dan mengevaluasi penyelenggaraan pelayanan publik.
Pendekatan ini salah satu jalannya dapat ditempuh dengan dukungan Program Sosialisasi Ombudsman dalam rangka Peningkatan Partisipasi Masyarakat dalam Pengawasan Pelayanan Publik.
"Hal ini tentunya relevan karena salah satu peran penting Ombudsman adalah menjembatani kepentingan masyarakat ketika mengalami maladministrasi atau penyimpangan dalam mendapatkan hak pelayanan publik oleh institusi negara maupun pemerintah," katanya.
Melalui sosialisasi ini, potensi masyarakat dapat terberdayakan sehingga mereka tidak hanya sebagai pengguna pasif tetapi juga bisa ikut menentukan bagaimana proses penyelenggaraan pelayanan publik tersebut seharusnya diselenggarakan.
Baca: 70 Persen Nasabah Tunaiku Gunakan Uang Pijaman untuk Renovasi Rumah dan Pendidikan
Dengan diseminasi ini diharapkan akan mendorong perbaikan kualitas pelayanan publik karena melalui perubahan sikap dan perilaku penyelenggara, sekaligus juga meningkatkan kepercayaan dan pemberdayaan masyarakat sehingga peran mereka dalam penyelenggaraan kegiatan pemerintahan dan pelayanan publik dapat ditingkatkan.
"Hal yang paling penting adalah terjadinya sense of citizenship di kalangan warga dan empati warga terhadap berbagai macam kesulitan yang dihadapi oleh penyelenggara pelayanan," katanya.
Agar masyarakat dapat mengoptimalkan manfaat dari kehadiran Ombudsman serta mendukung program Ombudsman, maka masyarakat harus terlebih dahulu mengenal Ombudsman.
Untuk itu, dibutuhkan sarana yang dapat mengkomunikasikan/mempublikasi kan tugas dan fungsi Ombudsman secara luas ke masyarakat.
Salah satu bentuknya adalah melalui kegiatan sosialisasi kepada Sivitas Perguruan Tinggi, pegiat Lembaga Swadaya Masyarakat maupun Tokoh Masyarakat, serta kantong-kantong komunitas, untuk menjangkau secara proaktif sehingga masyarakat aware bahwa Ombudsman hadir di tengah masyarakat.