Pakar Hukum: Wajibkan e-KTP pada Pemilu 2019, Hak Politik Warga Dilanggar
"Namun demikian jika warga negara masih banyak yang belum mempunyai e-KTP maka ini adalah sebuah ironi," kata Fickar.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum Pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, mengatakan Undang-undang (UU) Pemilu yang mewajibkan setiap warga negara yang akan menggunakan hak pilihnya dengan menggunakan e-KTP merupakan perintah hukum yang tidak bisa diabaikan begitu saja.
"Namun demikian jika warga negara masih banyak yang belum mempunyai e-KTP maka ini adalah sebuah ironi," kata Fickar Hadjar ketika dikonfirmasi, Jumat (20/10/2017).
Artinya, menurut dia, di satu sisi e-KTP sudah menjadi kesepakatan yang mengikat namun di sisi lain kesanggupan pemerintah memenuhi kewajiban memberikan e-KTP kepada warganya justru memprihatinkan.
"Hak memilih adalah hak politik seorang karena itu bagi warga yang tidak dapat memilih karena kelalaian pemerintah punya hak dan kesempatan untuk menggugat pemerintah," ujarnya.
Dia mengatakan masih ada waktu setahun bagi pemerintah untuk bisa berusaha memenuhi target penggunaan e-KTP di Pemilu 2019.
"Jika tak rercapai juga maka bisa membuat Perppu yang membolehkan KTP konvensional bisa digunakan dalam pemilu," ujarnya.
Seperti diketahui, Komisi II DPR RI mendorong agar Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) dan Peraturan Badan Pengawas Pemilu (PerBawaslu) bisa mengatur perekaman e-KTP segera selesai.
Wakil Ketua Komisi II dari Fraksi PKB Lukman Edy mengatakan, KTP elektronik harus digunakan sebagai acuan pendataan Daftar Pemilih Tetap (DPT) dan menjadi syarat untuk ikut dalam pemungutan suara di Pilkada 2018 dan Pemilu 2019.
"Oleh karena itu, ini Pilkada terakhir maka PerBawaslu dan PKPU harus mendorong progresnya sampai penerapan 100 persen e-KTP," kata Lukman di Gedung DPR, Senayan, Jakarta belum lama ini.
Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini menjelaskan, seharusnya perekaman e-KTP bisa rampung 100 persen pada akhir Desember 2018. Ketentuan itu merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pilkada Pasal 200 A.
Menurutnya, masyarakat yang ikut serta dalam pemungutan suara tidak perlu lagi menggunakan surat keterangan (suket) dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil di setiap daerah.
Diketahui, sejumlah daerah akan menggelar pemilihan kepala daerah serentak tahun 2018.
Untuk itu Lukman berharap Pilkada 2018, bisa menjadi ajang untuk mengukur kesiapan dari teknis pengawasan menggunakan e-KTP, meski nantinya perekaman belum rampung 100 persen.
"Nah ini kan harus tergambar dalam Pilkada 2018 nanti bulan Juni bagaimana caranya supaya Pilkada 2018 sudah paling tidak mekanisme pengawasan sudah mekanisme 100 persen e-KTP," katanya.