Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Jejak Gembong Bom Bali: Hidup Dr Azhari Berakhir di Tangan Tim Walet Hitam

Di dalam buku yang ditulis oleh Komjen Pol Arif Wachyunadi, Azhari diceritakan pernah merakit serangkaian bom dengan total berat 2 ton.

Penulis: Amriyono Prakoso
Editor: Dewi Agustina
zoom-in Jejak Gembong Bom Bali: Hidup Dr Azhari Berakhir di Tangan Tim Walet Hitam
Tribunnews.com/Amriyono Prakoso
Buku berjudul Misi Walet Hitam, Menguak Misteri Dr Azhari ditulis Komjen Pol Arif Wachjunadi. TRIBUNNEWS.COM/AMRIYONO PRAKOSO 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisaris Jenderal (Komjen) Pol Arif Wachjunadi membeberkan cerita tersembunyi para bomber Bom Bali 1.

Melalui buku bertajuk "Misi Walet Hitam, Menguak Misteri Dr Azhari", Komjen Pol Arif Wachjunadi menuliskan sejumlah temuan sebanyak 342 halaman.

Berikut temuan Komjen Pol Arif Wachjunadi

Doktor Azhari merupakan tokoh penting dan diduga otak dari serangkaian serangan bom di Indonesia dalam kurun waktu 2002 hingga 2005.

Pria asal Malaysia itu diketahui pernah ikut dalam Kamp Militer Afghanistan dan menjadi murid Mukhlas.

Baca: Peran Dukun di Balik Pengungkapan Kasus Bom Bali 15 Tahun Lalu

Ia dikenal pandai dalam merakit bom bahkan dalam skala besar.

Berita Rekomendasi

Bahkan, di dalam buku yang ditulis oleh Komjen Pol Arif Wachyunadi, Azhari diceritakan pernah merakit serangkaian bom dengan total berat 2 ton.

Komjen Pol Arif Wachjunadi. TRIBUNNEWS.COM/AMRIYONO PRAKOSO
Komjen Pol Arif Wachjunadi. TRIBUNNEWS.COM/AMRIYONO PRAKOSO (Tribunnews.com/Amriyono Prakoso)

"Dia memang sangat mahir sekali merakit bom. Azhari juga pernah ikut dalam serangkaian aksi di Kandahar, Afghanistan," ujar Arif kepada Tribunnews di Jakarta belum lama ini.

Arif menceritakan, Azhari juga dikenal sangat pandai dalam hal penyamaran.

Bukan hanya fisik, tetapi juga sikap dan perilakunya.

Dari seorang narasumber yang ditemui dan diwawancarai oleh Arif, diketahui Azhari pernah mengelabui dua orang dosennya dalam satu bus yang sama.

"Padahal dalam satu bus yang sama. Tapi dua orang dosennya, sama sekali tidak mengenal Azhari," bebernya.

Baca: Gembong Teroris dr Azhari Tewas Tertembak Peluru Polisi, Bukan Bunuh Diri

Kelihaian dia dalam menyamar, menyulitkan tim investigasi Polri.

Begitu juga pada April 2003, kepolisian telah berhasil menangkap Azhari yang saat itu bersama Zulkarnaen.

Hanya saja, Azhari saat itu tidak dikenali oleh kepolisian sehingga dilepas kembali.

"Polisi saat itu hanya fokus sama Zulkarnaen. Padahal, di hari yang sama Azhari juga ditangkap," jelasnya. 

Hingga pada akhirnya pada akhir 2003, Polri membentuk tim Crisis Response Team (CRT) Walet Hitam berjumlah 12 orang dari satuan Gegana Brimob Polri

Tidak ada yang tahu siapa saja anggota CRT Walet Hitam, hanya pejabat Polri tertentu yang paham kehadiran tim itu.

Baca: Pengusaha Tambang Diminta Pejabat Setor Rp 700 Juta Urus Izin Eksplorasi

Para anggota CRT Walet Hitam juga tidak diberitahu mengenai misi mereka.

"Mereka terus bergerak, berpindah tanpa ada pihak lain yang tahu, termasuk anggota polisi. Mereka 12 orang yang tersembunyi," ujar Arif.

Tepat pada 5 November 2005, 12 anggota tim CRT Walet Hitam mendapat panggilan tugas yang sangat rahasia.

Dua ahli bom dan pentolan teroris asal Malaysia yang lama beroperasi di Indonesia, Dr Azahari dan Noor Din M Top. Keduanya tewas dalam operasi Densus 88 Polri dalam waktu berbeda.
Dua ahli bom dan pentolan teroris asal Malaysia yang lama beroperasi di Indonesia, Dr Azahari dan Noor Din M Top. Keduanya tewas dalam operasi Densus 88 Polri dalam waktu berbeda. ()

Komandan mereka juga tidak paham dan tidak tahu kemana mereka akan berangkat.

Komandan mereka, kata Arif, hanya tahu tim akan berangkat ke Jawa Timur.

Untuk apa dan dimana mereka harus menjalankan misi, hanya orang-orang tertentu yang tahu.

Hingga pada keesokan harinya, tim langsung bergegas ke Malang tanpa ada satupun hal diketahui mereka.

Baca: Hari Ini Mulai Diberlakukan Rute Baru TransJakarta

Dua hari di Malang, CRT Walet Hitam hanya bertugas untuk memantau sebuah rumah yang berada di Perumahan Flamboyan dan seluruh gerak-gerik dari dalam rumah.

Hingga akhirnya diketahui di dalam rumah itu bersembunyi Dr Azhari dan dua orang rekannya, Cholily dan Arman.

Pada 9 November 2005, akhirnya CRT Walet Hitam yang sudah dipersiapkan untuk bertempur kapan pun dan dimana pun melaksanakan misinya.

Pertarungan sengit terjadi pada hari itu.

Baku tembak antara Azhari dan tim Walet Hitam terjadi.

Baca: Bupati Pekalongan Janji Awasi Penyelesaian Kasus Bayi Kehilangan Sekat Hidung di RSUD Kajen

Seorang anggota Walet Hitam terkena peluru yang ditembakkan dari dalam rumah.

"Seorang anggota tim tertembak kakinya. Tetapi, dia terus bekerja menjalankan misi meski kakinya berdarah," tutur Arif.

Setelah baku tembak terjadi, rumah itu didiamkan termasuk mayat Dr Azhari dan Arman yang masih di dalam rumah.

Sehari setelahnya, tim Jibom mendapati Azhari tewas akibat tertembak peluru 556 milimeter yang digunakan oleh tim CRT Walet Hitam. 

Dipersembahkan untuk Tim Walet Hitam

Komjen Arif Wachjunadi yang saat ini menjabat sebagai Sekretaris Utama Lemhanas mengatakan, buku yang dibuatnya ini di antaranya dipersembahkan untuk Tim Walet Hitam.

Dalam buku itu, dia juga menuliskan sebuah tulisan bagi tim sangat khusus itu dalam satu bab.

"Tim Walet Hitam tidak butuh dikenal, tidak butuh perayaan. Buku yang saya buat ini untuk mereka yang sudah bertugas demi negara," ucap Arif.

Buku setebal 342 halaman itu juga diperuntukkan bagi masyarakat yang ingin mengetahui kronologis dan detail dalam pengungkapan kasus Bom Bali I pada 2002 hingga Bom Bali II pada 2005.

Serta sosok Doktor Azhari yang menjadi tokoh penting dalam setiap aksi.

Mantan Kapolda NTB itu menjelaskan buku itu sekaligus mengungkap kematian sebenarnya Azhari dari wawancara yang dilakukan selama ini.

Baca: Tak Ada yang Menduga Gusti Komang Akhirnya Meninggal Setelah Kejang-kejang di Sawah

"Buku ini tanpa daftar pustaka. Semua data, saya peroleh dari wawancara langsung pihak-pihak yang terlibat," ucapnya.

Dia mengaku, dalam proses penulisan sempat terkendala dan berhenti menulis.

Hanya saja, semua pihak termasuk Kapolri Jenderal Tito Karnavian dan wartawan senior Andy F Noya menyemangati dirinya untuk segera menyelesaikan buku itu.

"Semoga buku ini bermanfaat bagi masyarakat," kata dia menutup wawancara dengan Tribun. (rio)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas