Dituntut 5 Tahun Penjara, Mantan Atase Imigrasi KBRI Kuala Lumpur Divonis Hari Ini
Majelis hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi akan membacakan sidang putusan terdakwa Dwi Widodo, Jumat (27/10/207).
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Eri Komar Sinaga
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi akan membacakan sidang putusan terdakwa Atase Imigrasi Kedutaan Besar RI Kuala Lumpur 2013-2016 Dwi Widodo, Jumat (27/10/207).
Sidang putusan sebelumnya sempat ditunda karena putusan belum selesai.
Dwi Widodo adalah terdakwa korupsi dalam pengurusan 'calling visa' di KBRI Kuala Lumpur yang berasal dari negara-negara rawan dan fee dari pembuatan paspor metode 'reach out' untuk para TKI di Malaysia.
Pada sidang sebelumya, Dwi Widodo dituntut penjara lima tahun dan denda Rp 200 juta subsidair enam bulan kurungan.
Selain pidana pokok, Dwi Widodo juga dituntut pidana tambahan.
Baca: Jenazah Korban Sulit Dikenali, Polisi Andalkan Tes DNA
Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi menuntut agar Widodo dihukum membayar uang pengganti Rp 535.157.102 dan RM 27.400.
Dalam siang pembelaan dirinya, Dwi Widodo menuding Jaksa Penuntut Umum telah mendakwa dan menuntut dirinya sangat subyektif, asumtif dan sepihak.
Menurut Widowo, jaksa seolah-olah menempatkan subyektivitasnya pada kebenaran obyektif.
Jaksa KPK, kata Widodo, belum secara penuh menggali keterangan baik terhadap saksi maupun terdakwa yang bersumber dari berita acara pemeriksaan maupun keterangan yang disampiakan dalam persidangan.
"Saya tahu secara sadar dan penuh tanggung jawab bahwa bukti-bukti persidangan mengarah kepada saya sehingga tidak dapat kiranya saya mengingkari dan tidak mengakui perbuatan yang didakwakan kepada saya. Namun demikian dalam kesempatan ini saya mengajukan keberatan terhadap tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang saya anggap tidak tepat atau relevan," kata Widodo saat membacakan pembelaan pribadi di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (11/10/2017).
Pertama, Dwi Widodo mengakui menerima uang terkait pengurusan paspor metode reach out dari Euro Jasmine Resource, Sdn. Bhd melalui Satya Rajasa Pane sebesar RM 39.500 (ringgit Malaysia) untuk diberikan sebagai Tunjangan Hari Raya (THR) dan uang RM 9.750 yang dia serahkan kepada bendahara Elly Yanuarin Dewi untuk kegiatan operasional KBRI Kuala Lumpur bidang imigrasi.
Baca: BNPB: Banjir Biasanya Menggenangi Kampung Pulo Kini Bergeser ke Wilayah Kemang
"Sehingga jumlah totalnya adalah RM 49.250. Bukan sejumlah RM 63.500 sebagaimana dakwaan maupun tuntutan jaksa penuntut umum," ungkap Dwi Widodo.
Dwi Widodo juga mengakui menerima uang sejumlah Rp 535.157.102 selama kurun waktu 2013-2016.
Menurut Dwi, uang itu digunakan untuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), penerbitan calling visa, dan kegiatan operasional KBRI Kuala Lumpur bidang imigrasi.
Sementara, dalam dakwaan dan tuntutan, jaksa mengungkapkan seolah-olah uang itu dimiliki dan dikuasai Dwi Widodo.
Dwi kemudian mengutip keterangan Elly Yanuarin Dwi saat pesidangan bahwa dalam kurun waktu 2013-2016 dia telah menyerahkan uang pada tahun 2014 sebanyak lima kali yaitu RM 5.000, RM1.000, RM2.000, RM 2.500 RM dan RM3.000, atau totalnya 13.500 RM.
Kemudian tahun 2015 dia kembali menyetor uang sejumlah RM31.500 yang dia setor sebanyak tujuh kali dan tahun 2016 dia setor sejumlah RM35.000.
"Jadi keseluruhan yang saya serahkan uang tersebut dari hasil yang diberikan pihak sponsor sebagai pembayaran PNBP dan sisanya sebagai ucapan terimakasih yang saya serahkan kepada bendahara saya total 80.0000 RM atau setara 270 juta rupiah. Hal ini untuk kegiatan operasional di bidang imigrasi KBRI Kuala Lumpur," ungkapnya.
Menurut Jaksa, Dwi Widodo terbukti melakukan perbuatan korupsi dan melanggar Pasal 12 huruf b Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupspi jo pasal 65 ayat (1) KUHP.
Pasal 12 huruf b mengatur pemidaan terhadap pegawai negeri atau penyelenggaran negara yang menerima hadiah dan diancam pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 dan pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.