Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
DOWNLOAD
Tribun

Pemuda Sebagai Penjaga Pancasila dan Pembangunan Peradaban

Sekjen DPP PSI, Raja Juli Antoni, menilai bahwa di dunia saat ini, terdapat kecenderungan kuat adanya arus balik demokrasi yang terwujud.

Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Pemuda Sebagai Penjaga Pancasila dan Pembangunan Peradaban
TRIBUNNEWS/HERUDIN
Sekjen Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Raja Juli Antoni. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) menggelar seminar nasional bertajuk "Pemuda Sebagai Penjaga Pancasila dan Pembangun Peradaban" Senin (30/10/2017), di Gedung Joeang 45, Cikini, Jakarta Pusat.

Seminar ini menghadirkan empat narasumber, yaitu Hokky Situngkir (Presiden/Peneliti Bandung Fe Institute), Raja Juli Anthoni (Sekjen DPP Partai Solidaritas Indonesia), Edward Tanari (Sekjend Pengurus Nasional Perkumpulan Senior GMKI), dan Suroto (Ketua Umum Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis Indonesia).

Dalam sambutannya, Ketua Umum GMKI Sahat Martin Philip Sinurat menyatakan bahwa Pancasila jangan hanya digunakan ketika menjawab persoalan keberagaman etnis dan agama, namun pancasila juga harus mampu menjawab permasalahan ketimpangan pembangunan, kemiskinan dan keadilan sosial di Indonesia

Dalam seminar tersebut, Sekjen DPP PSI, Raja Juli Antoni, menilai bahwa di dunia saat ini, terdapat kecenderungan kuat adanya arus balik demokrasi yang terwujud dalam bentuk populisme.

"Bangkitnya populisme muncul di Inggris, Perancis, Jerman, serta Amerika Serikat yang dipicu oleh kebijakan kontroversial Donald Trump," ujar Raja Juli.

Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa paham populisme mereduksi proses demokrasi dengan mengkonstruksi pemikiran publik, agar pilihan politiknya hanya berbasis pada sentimen primordialisme.

Bagi Raja Juli Antoni, kebangkitan populisme ini bertanggung jawab atas absennya kontestasi ideologi, konsep, serta program-program dalam proses demokrasi di Indonesia.

Berita Rekomendasi

"Akhirnya yang muncul adalah propaganda sentimen primordial SARA dalam meraup suara konstituen," katanya.

Pada akhirnya, populisme ini membunuh rasionalitas publik dalam berpartisipasi secara politik dalam proses demokrasi di Indonesia. Hal ini akan menjadi preseden buruk bagi kehidupan demokrasi Indonesia ke depan.

Untuk itu, ia menyarankan perlu adanya penguatan masy sipil (civil society) dan partai politik, serta membangun pendidikan kewarganegaraan (civic education) sebagai sarana untuk membendung Populisme di Indonesia.

Lebih lanjut Sekjen PSI ini bisa berdiri di garda terdepan untuk melawan intolerasi dan korupsi yang merupakan problem terbesar bangsa ini.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Klik Di Sini!
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
×

Ads you may like.

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas