Tiga Poin Pembicaraan Antara Megawati Institute dan The Habibie Centre
Megawati dan Habibie ingin memperkuat sinkronisasi kebijakan dan program antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Penulis: Rizal Bomantama
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Megawati Institute (MI) Arif Budimanta dan Chairman of Board of Directors The Habibie Centre (THC), Sofian Effendi mengadakan pertemuan di Kantor MI di Jalan Proklamasi, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (1/11/2017).
Di dalam pertemuan yang berlangsung kurang lebih 1,5 jam itu kedua pihak berkomitmen untuk memperkuat ekonomi Indonesia yaitu ekonomi Pancasila.
Sofian Effendi mengatakan komitmen tersebut menjadi satu dari tiga poin kesimpulan dalam pertemuan itu.
Poin yang kedua menurut Sofian Effendi adalah mengembangkan kembali pemikiran Presiden pertama Indonesia Soekarno untuk menghubungkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) melalui teknologi transportasi.
"Indonesia kan sangat luas terdiri dari 17 ribu pulau dan hanya bisa disambungkan melalui transportasi udara, laut, dan darat untuk menjaga kebangsaan, menjaga persatuan, dan menjaga NKRI."
"Pemikiran Bung Karno itu kemudian digagas oleh Pak Habibie," terangnya.
Hal tersebut juga menjadi perbincangan antara dua mantan presiden yaitu Megawati Soekarnoputri dan Baharuddin Jusuf Habibie dalam pertemuan keduanya dua minggu lalu.
"Dua minggu lalu keduanya bertemu dan Ibu Megawati mengatakan apa yang telah digagas dan dilakukan Pak Habibie itu harus dilanjutkan, jangan mati begitu saja. Karena kondisi Indonesia saat ini tak ada bedanya pada zaman Bung Karno dahulu dan kita harus menciptakan alat transportasi sendiri," ucap Sofian.
Yang ketiga, Sofian mengatakan Megawati dan Habibie ingin memperkuat sinkronisasi kebijakan dan program antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Karena menurutnya saat ini antara pemerintah pusat dan kepala daerah di bawahnya terjadi ketidaksinkronan sehingga menyebabkan pertumbuhan ekonomi Indonesia melambat.
"Istilahnya kita mau 'speed up' pertumbuhan ekonomi Indonesia melalui sinkronisasi kebijakan pusat dan daerah. Karena kalau dibiarkan Indonesia perlu 40 tahun untuk menjadi negara kaya, sementara negara lain seperti Vietnam butuh 20-22 untuk untuk mencapai taraf yang sama," tegasnya.
Tiga bidang itu diharapkan Sofian menjadi 'trigger' agar kerjasama dilebarkan ke bidang yang lain seperti sumber daya manusia dan reformasi birokrasi.
Hasil pemikiran dan kajian bersama itu akan dituangkan kedua lembaga menjadi rekomendasi kepada pemerintah pusat sekaligus pemerintah daerah.
"Lebih dari sekedar kajian, hasil pemikiran bersama HI dan THC akan dijadikan arah bagi program pemerintah yang sedang berkuasa. Tidak hanya kepada pemerintah yang berkuasa saat ini tetapi juga kepada jajaran menteri dan partai politik yang memiliki semangat nasionalis membawa bangsa ke arah kemajuan," ungkapnya.
Sementara itu Arif Budimanta menegaskan kajian kedua lembaga untuk membantu pemerintahan saat ini yaitu Joko Widodo-Jusuf Kalla untuk mengatasi permasalahan di tengah sejumlah kemajuan yang telah dicapai.
"Pemerintahan Jokowi-JK saat ini memberi gambaran mengenai ekonomi Pancasila yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia seperti redistribusi aset tanah melalui reforma agraria, redistribusi akses finansial melalui kredit usaha rakyat (KUR) dengan menurunkan suku bunga pinjaman serta pembangunan desa dan infrastruktur di luar Jawa."
Kami juga berharap penguatan ekonomi Pancasila bisa mengurai masalah sistem perbankan kita yang masih dikuasai sekelompok orang dan akses perbankan bisa mengangkat derajat usaha mikro ke menengah dan seterusnya," tutur Arif Budimanta.