Mahfud MD, Arifin Mochtar hingga Mari Elka Uji Kelayakan Para Caleg PSI
Mahfud mengatakan, “Kita harus mencari jalan keluar dari kebuntuan politik. Model rekrutmen PSI adalah salah satu cara yang harus didukung.
Editor: Hasanudin Aco

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Solidaritas Indonesia (PSI) kembali menggelar menggelar uji kelayakan untuk para calon legislatif dengan menghadirkan para juri independen.
Ketua Umum PSI, Grace Natalie, menegaskan uji kelayakan ini merupakan tradisi baru dalam dunia politik Indonesia.
Selama ini, para calon legislatif dihasilkan dengan cara tidak jelas. Padahal dibutuhkan orang-orang terbaik untuk menjadi wakil rakyat.
“Caleg kami bukan hasil rapat internal yang tidak jelas. Kami melaksanakan dengan mengundang juri internal dan publik bisa mengawasi,” kata Grace dalam jumpa pers di sela-sela uji kelayakan, Minggu (5/11/2017).
Nama-nama yang lolos akan diumumkan ke publik. Masyarakat lalu bisa memberikan masukan dan kritik terhadap nama-nama yang dicantumkan. Dengan mekanisme yang kredibel dan transparan, ujar Grace, “PSI berharap bisa menarik para profesional, putra-putri terbaik bangsa, untuk terjun ke politik.”
Pada kesempatan yang sama, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD menyatakan, selama ini proses rekrutmen caleg terbilang dekat dengan praktik nepotisme dan kolutif.
“Nepotisme maksudnya caleg itu biasanya orang-orang yang dekat dengan para pimpinan partai. Kolutif maksudnya melewati jalur-jalur gelap,” ujar Mahfud. Namun, PSI memulai sebuah tradisi baru.
Mahfud mengatakan, “Kita harus mencari jalan keluar dari kebuntuan politik. Model rekrutmen PSI adalah salah satu cara yang harus didukung.”
Mengenai para calon, Mahfud menyatakan, ada sejumlah calon sudah punya solusi konseptual mengenai persoalan bangsa, terutama terkait korupsi dan intoleransi.
“Persoalan-persoalan itu dihayati dari pengalaman nyata. Meski beberapa masih agak lugu, mereka punya rasa keindonesiaan yang cukup menjanjikan,” kata guru besar hukum Tata Negara ini.
Juri independen lain, Ketua Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) UGM, Zainal Arifin Mochtar, menggarisbawahi bahwa upaya seleksi ala PSI ini merupakan hal baru dan pertama kali. Pasti ada perbaikan atau catatan untuk perbaikan ke depan.
Secara umum, kata Ucheng (panggilan akrab Zainal), para kandidat punya kepedulian tinggi untuk memberantas korupsi. "Melihat para kandidat PSI, saya merasa lega karena ternyata jamaah anti korupsi itu banyak," kata pengajar Fakultas Hukum UGM ini yang disambut tepuk tangan hadirin.
Lebih lanjut, pada gilirannya, PSI harus membekali pada calon agar lebih kompeten. "Partai juga berperan untuk menguatkan mereka karena misi pendidikan politik di situ. Masih ada dua tahun menuju pemilu 2019," ucap Ucheng.
Akhirnya, Ucheng menilai, proses seleksi semacam ini adalah budaya yang baik. Pantas untuk dipertahankan dan ditingkatkan kualitas pelaksanaannya.
Juri lain, Mari Elka Pangestu, menyatakan proses seleksi caleg versi PSI ini memberi optimisme. Karena ternyata masih ada orang-orang yang punya niat jelas untuk melakukan perubahan, dengan beragam latar belakang dan usia.
"Proses ini luar biasa, menyadarkan saya bahwa ada harapan akan masa depan kita. Mereka berani berjuang dan keluar dari comfort zone, mengambil risiko," kata mantan Menteri Perdagangan ini.
Praktisi pendidikan yang juga menjadi juri, Henny Supolo, menyampaikan ada satu hal yang sangat terasa dalam proses ini, yaitu harapan, harapan dari orang-orang yang ingin berperan memperbaiki keadaan.
Bahkan beberapa kandidat sudah punya solusi konkret tentang hal-hal yang harus dilakukan. “Terobosan PSI ini sangat berharga,” kata Henny. Seharusnya partai-partai lain belajar dari PSI dalam soal ini.
Selama dua hari, Sabtu dan Minggu ini, PSI menggelar uji kelayakan untuk para bakal caleg. Ada 11 tokoh diundang sebagai juri independen. Para kandidat datang dari beragam profesi: pengacara, aktivis, dosen, pengusaha, auditor, ahli mikrobiologi, dan lain-lain.