Saksi Ahli Setya Novanto: KPK Tidak Kapok-kapok
Tanggalnya 31 Oktober, SPDP-nya 3 November, berapa hari itu, bisa tidak dua hari penyidikan, saya tanya, penyidikan dua hari bisa tidak?"
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nurmulia Rekso Purnomo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Guru Besar Hukum Pidana Universitas Padjadjaran, Romli Atmasasmita, menilai KPK kembali melakukan kesalahan jika benar kembali mengeluarkan SPDP bagi Ketua DPR RI, Setya Novanto.
Dari salinan SPDP yang diterima Tribunnews.com, diketahui surat tersebut dikeluarkan pada tanggal 3 November.
Dalam surat tersebut ditulis bahwa sudah ada Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (Sprindik) tertanggal 31 Oktober.
Menurut Romli Atmasasmita yang sempat menjadi saksi ahli Setya Novanto di sidang praperadilan pada akhir September lalu, KPK telah melakukan kesalahan.
Baca: Kuasa Hukum Tegaskan Istri dan Anak Setya Novanto Tidak Terlibat di Perusahaan MGP Sejak 2011
"Tanggalnya 31 Oktober, SPDP-nya 3 November, berapa hari itu, bisa tidak dua hari penyidikan, saya tanya, penyidikan dua hari bisa tidak? sudah itu saja cukup," ujarnya kepada wartawan di Hotel Borobudur, Jakata Pusat, Selasa (7/11/2017).
Setya Novanto menang dalam praperadilan karena kesalahan administrasi KPK yang mengeluarkan surat penetapan terangka dan sprindik di hari yang sama, yakni 17 Juli 2017.
Pengadilan mempertanyakan kapan KPK bisa mengumpulkan bukti dalam proses penyidikan, hingga akhirnya bisa menetapkan status tersangka untuk Setya Novanto.
Baca: Yahya Zaini Yakin Setya Novanto Bakal Kooperatif Terhadap KPK
Romli Atasasita yang hadir di persidangan tersebut sebagai saksi ahli yang dihadirkan Novanto menyebutkan bahwa harus ada proses penyelidikan sebelum proses penyidikan.
Di mana dalam tahap tersebut status tersangka akan ditetapkan penegak hukum, dengan bermodal dua alat bukti yang cukup.
Kepada wartawan Romli Atmasasmita menyebut kalaupun KPK sudah punya cukup bukti dari awal, hal itu bukan berarti KPK bisa sesukanya mengeluarkan Sprindik dan SPDP.
Baca: Beredar SPDP Bodong, Setya Novanto Belum Pasti Hadiri Pernikahan Kahiyang-Bobby
Biar bagaimanapun juga harus diakui, bahwa proses penyelidikan adalah proses untuk menentukan peristiwa, dan setelah diketahui siapa yang diduga bertanggungjawab, maka tahapan dinaikkan ke penyidikan.
"Undang-Undang KPK menyebut lid (penyelidikan), dik (penyidikan) dan tut (penuntutan) di satu tangan, di KPK. KPK menganggap karena di satu tangan, bagaimana saya saja mengaturnya," katanya.
"Padahal kalau lihat KUHAP, itu harus ada proses, proses dulu, tidak bisa langsung. Ini masalah, sehingga menimbulkan persoalan-persoalan. Bahwa orang tidak diberikan kesempatan untuk diperiksa," ujarnya.
Apakah dengan mengeluarkan sprindik tertanggal 31 Oktober, dan SPDP tertannggal 3 November, berarti KPK telah melakukan kesalahan administrasi yang sama seperti penetapan status tersangka untuk Novanto pada Juli lalu, Romli Atmasasmita hanya menjawab "artinya KPK nggak kapok-kapok."
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.