DPR Sebut Verfikasi Untuk Partai Baru Bukan Diskriminasi
DPR RI menegaskan tidak ada unsur diskriminasi terkait verifikasi partai baru untuk menjadi peserta Pemilu pada tahun 2019.
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Adi Suhendi
Laporan wartawan Tribunnews.com, Eri Komar Sinaga
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - DPR RI menegaskan tidak ada unsur diskriminasi terkait verifikasi partai baru untuk menjadi peserta Pemilu pada tahun 2019.
Pengaturan verifikasi itu diatur pada Pasal 173 ayat (1), ayat (2), ad ayat (3) Undang-Undang Pemilihan Umum.
Baca: Fahri Harap Persoalan Ahok-Buni Yani Harus Diakhiri
Anggota Komisi III Sufmi Dasco Ahmad yang menjadi perwakilan DPR RI ada uji materi pasal a quo di Mahkamah Konstitusi, mengatakan bahwa pasal tersebut khususnya ayat (3) dibuat bukan untuk diskriminasi antara partai yang telah diverifikasi dengan yang belum.
Menurut Sufmi, yang telah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh Pasal 173 ayat (2) Undang-Undang Pemilu adalah partai politik yang telah lulus verifikasi oleh karenanya tidak perlu diverifikasi ulang.
Baca: NasDem Tegaskan Beri Dukungan Politik Tanpa Balas Budi
Ayat (3) kata Sufmi sebenarnya memberikan kesempatan kepada seluruh partai politik untuk dapat ditetapkan sebagai peserta Pemilu sepanjang memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh undang-undang.
"Bahwa perlakuan yang tidak sama belum tentu diskriminatif. Demikian pula bahwa esensi keadilan bukan berarti harus selalu sama melainkan perlu dilihat secara profesional," kata Sufmi saat persidangan di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (14/11/2017).
Dalam merumuskan undang-undang tersebut, Sufni mengatakan pembentuk undang-undang telah mempelajari dan berpegangan pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 52/PUUX/2012 yang menyatakan untuk mencapai persamaan hak masing-masing partai politik ada dua solusi yang dapat ditempuh.
Baca: Bareskrim: Dari 107 Ribu Tersangka Kasus Narkoba, 40 Persennya Anak Muda
Pertama, menyamakan persyaratan pesertaan pemilu antara partai politik peserta Pemilu Tahun 2009 dan partai politik peserta Pemilu Tahun 2014.
Kedua, mewajibkan seluruh partai politik yang akan mengikuti Pemilu Tahun 2014 dengan persyaratan baru yang ditentukan dalam undang-undang a quo.
"Berdasarkan solusi untuk persamaan hak tersebut, pembentuk undang-undang menjatuhkan pilihan dengan menyamakan persyaratan kepesertaan pemilu antara partai politik peserta Pemilu 2014 dengan partai politik peserta Pemilu 2019," ungkapnya.
Tidak lupa Sufni mengatakan Pasal a quo ayat (3) juga mengandung asas manfaat.
Baca: Awan Hitam Bergelanyut di Langit Jakarta Selatan
Dia mengatakan besaran biaya yang dibutuhkan untuk Pemilu 2019, yaitu sebesar Rp600 miliar yang harus dikeluarkan hanya untuk kepentingan verifikasi faktual partai politik.
"Oleh karena itu, pembentuk undang-undang merumuskan pasal a quo untuk penghematan anggaran negara," kata politikus Partai Gerindra itu.
Uji materi tersebut diujikan oleh Partai Idaman, Partai Solidaritas Indonesia, Partai Persatuan Indonesia, Partai Pengusaha dan Pekerja Indonesia, dan Partai Pekerja Indonesia (PIKA).
Para pemohon mengujikan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum [Pasal 173 ayat (1), ayat (2) huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, dan ayat (3) serta Pasal 222] terhadap UUD 1945.