357 Warga Berhasil Dibebaskan, Pangdam dan Kapolda Papua Sempat Diberondong Tembakan
Dalam evakuasi awal, pasukan gabungan berhasil mengamankan 344 warga yang disandera oleh kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Kimbely.
Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pasukan gabungan dari TNI dan Polri akhirnya melakukan operasi pembebasan terhadap dua desa yang disandera oleh kelompok kriminal bersenjata (KKB), Kimbely dan Banti, Mimika, Papua, Jumat (17/11/2017).
Pasukan gabungan ini dipimpin langsung oleh Kapolda Papua Irjen Pol Boy Rafli Amar, Pangdam XVII/Cenderawasih Mayjen TNI George Elnadus Supit serta As Ops Kapolri, Irjen Pol M Iriawan.
Boy mengungkapkan pihaknya akan melakukan evakuasi masyarakat yang masih terjebak. Namun hingga saat ini proses evakuasi masih terhalang oleh jalan yang rusak.
"Jadi kita upayakan karena jalan masih rusak sedang diperbaiki. Kita akan berupaya untuk berjalan kaki ke atas," ujar Boy melalui video resmi Humas Polri.
Baca: Komnas HAM Serukan Gencatan Senjata, TNI/Polri dan Kelompok Kriminal Bersenjata Mundur Dulu
Dalam evakuasi awal, pasukan gabungan berhasil mengamankan 344 dari Kimbely.
Dengan rincian 104 laki-laki, 32 perempuan, dan 14 anak-anak. Sementara dari longsoran, yakni 153 laki-laki, 31 perempuan dan 10 anak-anak.
"Oleh karena itu kita berharap nanti semua teman-teman kita yang di sini membantu dalam pengamanan di jalan," kata Boy.
Setidaknya ada 1.300 orang dari dua desa, yakni Desa Kimbely dan Desa Banti, Kecamatan Tembagapura, Kabupaten Mimika, Papua, dilarang keluar dari kampung itu oleh kelompok bersenjata.
Di Desa Banti yang lokasinya berdekatan dengan Kampung Kimbely, informasinya ada sekitar 1.000 penduduk asli setempat juga dilarang bepergian.
Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengatakan, petugas terus mengupayakan cara persuasif. Namun apabila tidak berhasil, aparat tak segan-segan untuk bertindak.
"Negara tidak boleh kalah. Kita harus lakukan tindakan," ujar Tito.
Baca: Penghuni Tak Tahu Setya Novanto Sembunyi di Apartemen Kedoya Elok
Meski begitu, dia berpesan agar tindakan yang dilakukan oleh petugas sebisa mungkin meminimalkan jatuhnya korban, baik dari warga masyarakat yang disandera, KKB, maupun petugas Polri dan TNI.
"Kadang jatuhnya korban tidak bisa dihindari, namanya operasi penegakkan hukum. Operasi bersenjata lawan bersenjata itu rentan ada korban," katanya.
Sempat Ditembaki
Negosiasi dengan para penyandera warga Desa Binti dan Desa Kimbley, Tembagapura, Mimika, Papua, tidak berlangsung lancar menurut Pangdam Cendrawasih, Mayjen TNI George Elnadus Supit.
Saat dihubungi Tribun, ia menyebut setelah proses negosiasi menemui jalan buntu, akhirnya diputuskan untuk menggelar operasi pembebasan sandera, oleh aparat gabungan TNI - Polri.
"Negosiasi menemui jalan buntu, sehingga kita lakukan operasi penyelamatan," ujarnya.
Kepala Penerangan Kodam Cendrawasih, Kolonel Muhammad Aidi, saat dihubungi terpisah, menyebutkan bahwa pada pukul 13.45 WIT seluruh sandera yang berjumlah 335 orang, berhasil diselamatkan.
Saat rombongan Pangdam Cendrawasih dan Kapolda Papua Irjen Pol Boy Rafli Amar, meninggalkan lokasi penyanderaan usai para sandera dievakuasi, rombongan sempat ditembaki oleh anggota KKB dari kawasan perbuktian.
Baca: Teriakan Dadah Papa Iringi Proses Pemindahan Setya Novanto ke RSCM
"Tertahannya Pangdam dan Kapolda karena pada saat evakuasi terjadi aksi tembakan," ujarnya.
Mediasi
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menegaskan mediasi antara aparat Polri dan TNI dengan kelompok kriminal bersenjata (KKB) bukan hanya persoalan sepakat atau tidak.
Jika nantinya mediasi tersebut dapat direalisasikan, Komnas HAM mengatakan alasan gencatan harus dilakukan semua pihak adalah jaminan perlindungan warga sipil.
"Pertegas saja, yang paling penting di sini kami salah satunya adalah gencatan senjata itu sebagai prasyarat. Agar ada jaminan warga sipil itu dijaga rasa keamanannya dan kebutuhan pokok bisa tersalurkan dengan baik, konsentrasi kami di situ," ujar Komisioner Komnas HAM, Munafrizal Manan.
Menurut Munafrizal, hasil sebuah mediasi tidak hanya menemukan kesepakatan atau ketidaksepakatan.
"Tapi yang paling penting adalah masyarakat sipilnya ada rasa aman dan kebutuhan pokoknya tersalurkan dengan baik," kata Munafrizal. (fah/rek/wly)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.