Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pancasila, Solusi Atasi Krisis Multidimensi

Padahal, usia kemerdekaan bangsa ini telah mencapai 72 tahun, dan reformasi pun telah berjalan 19 tahun.

Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Pancasila, Solusi Atasi Krisis Multidimensi
Ist for ribunnews.com
Sumaryoto Padmodiningrat. 

TRIBUNNEWS.COM, CIKARANG - Krisis multidimensi telah melanda bangsa ini, antara lain ditandai dengan masih tingginya angka kemiskinan dan pengangguran, maraknya korupsi, narkotika, pornografi dan hoax (berita palsu), berkembangnya radikalisme, dan masih tersisanya komunisme.

Padahal, usia kemerdekaan bangsa ini telah mencapai 72 tahun, dan reformasi pun telah berjalan 19 tahun.

Di sisi lain, Pancasila seolah tenggelam dalam pusaran sejarah masa lalu yang tak lagi relevan untuk disertakan dalam dialektika reformasi. Pancasila seolah hilang dari memori kolektif bangsa.

Pancasila seakan tersandar di sebuah lorong sunyi justru di tengah denyut kehidupan bangsa Indonesia yang semakin hiruk-pikuk dengan demokrasi dan kebebasan berpolitik.

“Padahal, bila nilai-nilai Pancasila diamalkan dengan sungguh-sungguh, krisis multidimensi tak akan terjadi, dan kalau pun terjadi akan cepat teratasi,” ungkap Sumaryoto Padmodiningrat dalam kuliah umum bertajuk “Empat Pilar Kebangsaan, Solusi Berbangsa dan Bernegara” di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Pelita Bangsa, Cikarang, Bekasi, Jawa Barat, Sabtu (18/11/2017).

Di hadapan 400-an mahasiswa dan civitas akademika, Sumaryoto memaparkan, mengamalkan Pancasila berarti mengamalkan pula nilai-nilai yang terkandung di dalam tiga pilar kebangsaan lainnya, yakni Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan Bhinneka Tunggal Ika.

“Dengan teramalkannya empat pilar tersebut maka kemiskinan, kebodohan, kesenjangan ekonomi dan sosial serta ketidakadilan akan terkikis. Korupsi dan penyalahgunaan narkotika tak akan merajalela, serta radikalisme dan komunisme tak akan berkembang,” jelas Sumaryoto yang juga mantan anggota DPR RI.

Berita Rekomendasi

Terkait berkembangnya radikalisme yang mengancam kebinekaan dan keutuhan NKRI, menurut Sumaryoto, sejak awal bangsa ini menyadari benar keberagaman yang dimiliki. Dengan usia 72 tahun sebagai bangsa merdeka, sudah bukan waktunya lagi kita mempermasalahkan perbedaan.

Tanggal 28 Oktober 1928 pemuda-pemudi Indonesia juga telah mengikrarkan tekad untuk mengedepankan persatuan di atas perbedaan yang ada, satu Tanah Air, satu bangsa dan satu bahasa.

“Kini giliran kita membuktikan bahwa berpadunya jiwa kita sebagai bangsa akan mampu mengatasi berbagai kesulitan yang menghadang, dengan pertolongan Allah SWT tentunya,” papar dosen yang sedang menempuh program doktoral ini.

Radikalisme, terorisme, konflik sosial, bahkan perang saudara, lanjut Sumaryoto, mengancam keutuhan NKRI. Untuk itu, nilai-nilai Pancasila, UUD 1945 dan Bhinneka Tunggal Ika harus menjadi benteng dalam mengatasi ancaman tersebut.

Nilai-nilai kerukunan dan semangat gotong-royong juga harus kita tingkatkan.

“Dengan menguatkan nilai-nilai Pancasila, Indonesia tidak hanya akan berjaya, tapi juga akan menjadi harapan sekaligus rujukan masyarakat internasional untuk membangun dunia yang aman, adil, dan makmur di tengah kemajemukan,” tutur akademisi berlatar politisi dan pengusaha ini.

Pria low profile itu lalu mengajak para mahasiswa dan civitas akademika untuk menjadi benteng pencegah radikalisme dan korupsi dengan sungguh-sungguh mengamalkan Pancasila.

Sebab, berdasarkan hasil survei sejumlah lembaga, kampus menjadi ladang subur bagi penyebaran benih radikalisme, dan berdasarkan data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pelaku tindak pidana korupsi paling banyak berlatar pendidikan Strata Dua (S2) atau magister, yakni lebih dari 200 orang, bergelar sarjana (S1) sekitar 100 orang, dan bergelar doktor (S3) sekitar 53 orang. 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
×

Ads you may like.

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas