Di Sidang Praperadilan, Kuasa Hukum Klaim Penetapan Setya Novanto Tidak Miliki Dasar Hukum
Ketut beralasan bahwa penetapan tersangka yang dilakukan KPK terhadap Setnov tidak berdasar hukum.
Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sidang praperadilan jilid II Setya Novanto kembali dilaksanakan di ruang sidang Utama, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jln Ampera Raya, Jakarta Selatan, Kamis (7/12/2017).
Dalam sidang yang dipimpin oleh Hakim tunggal Kusno, kuasa hukum Setya Novanto, Ketut Mulya Arsana, menilai penetapan tersangka terhadap kliennya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak sah.
Baca: Yerusalem Tak Bisa Dijadikan Ibu Kota Israel, Ini Alasannya
Ketut beralasan bahwa penetapan tersangka yang dilakukan KPK terhadap Setnov tidak berdasar hukum.
Menurutnya penetapan tersangka kedua terhadap Novanto memiliki kesamaan objek, subjek materi perkara.
"Yang dilakukan termohon terhadap diri pemohon adalah tidak sah," ujar Ketut.
Ketut menyatakan bahwa Setya Novanto telah memenangkan gugatan praperadilan sebelumnya.
Penetapan tersangka kedua Setya Novanto keluar setelah diterbitkannya Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) pada 31 Oktober 2017.
Ketut juga mengkritisi terkait dengan tersebarnya SPDP terhadap kliennya yang beredar luas di aplikasi Whatsapp kalangan awak media beberapa waktu lalu.
"Bahwa sebelum SPDP di terima oleh pemohon ternyata SPDP dari termohon tersebut telah beredar dan tersebar di media cetak dan elektronik," ucap Ketut.
Pihak KPK telah merampungkan berkas penyidikan Setnov dalam perkara korupsi yang merugikan keuangan negara sebesar Rp2,3 triliun ini. Berkas penyidikan Novanto dinyatakan telah lengkap atau P21, Selasa 5 Desember 2017.
Jika merujuk pada Pasal 82 ayat (1) huruf d KUHAP, yang menyatakan 'dalam hal suatu perkara sudah mulai diperiksa oleh pengadilan negeri sedangkan pemeriksaan mengenai permintaan kepada praperadilan belum selesai maka permintaan tersebut gugur.
Sedangkan, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 102/PUU-XIII/2015 menyatakan, permintaan praperadilan dinyatakan gugur ketika sidang perdana pokok perkara terdakwa digelar di pengadilan.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.